BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra merupakan cerita berupa tafsiran atau imajinasi pengarang tentang peristiwa yang pernah terjadi dalam khayalan saja, akan tetapi sastra mengandung unsur kehudupan yang menimbulkan rasa senang, nikmat, terharu, menarik perhatian dan menyegarkan perasaan penikmatnya. Selain itu sastra berguna juga untuk manusia, kebudayaan, serta zaman karena didalam karya sastra dilukiskan keadaan dan kehidipan sosial suatu masyarakat, peristiwa-peristiiwa, ide dan gagasan serta nilai-nilai yang diamanatkan pencipta lewat tokoh-tokoh cerita.
Karya sastra sebagai produk kreatif memliki sifat-sifat imajinatif, khayal, bernilai estetik, dan pemakaian bahasa yang khas. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Semi(1993:81) bahwa sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif dan objeknya adalah manusiadan kehidupannya dan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Mutu karya sastra sangat dipengaruhi oleh watak atau karakter tokoh karena mutu sebuah karya sastra yang baik ditentukan oleh kemahiran pengaranng menghidupkan watak tokoh-tokohnya. Selain itu aspek tokoh dalam fiksi merupakan aspek yang lebih menarik perhatian. Dalam membaca atau menganalisis suatu karya fiksi, kita sering tidak selalu butuh pertanyaan apa yang kemudian terjadi, tetapi kita seringkali mempertanyakan peristiwa apa yang terjadi kemudian, bagi atau menimpa siapa saja. Dalam memahami karya fiksi,tokoh utama sangat penting karena orang dapat menelusuri cerita dengan mengikuti gerak laku tokoh utama cerita.
Dalam penciptaan sebuah karya sastra, pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca karena pada hakikatnya pengarang mempunyai pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca. Untuk mengetahui pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang, perlu adanya proses membaca dan memahami makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra baik secara tersurat maupun tersirat. Karya sastra yang pernah ditulis mengenai cinta, sejak pertama kali manusia bisa menuangkan pikiran-pikiran dan perasaanya kedalam lembaran-lembaran kertas, para pujangga diseluruh dunia telah mengukir syair pujian mengenai kebahagiaan dan kesedihan akibat cinta.
Karya sastra dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia social : hubungan manusia dengan keluarganya, lingkungannya, politik Negara dan sebagainya. Hal ini juga merupakan salah satu alasan mengapa karya sastra tidak dapat dianggap sebagai refleksi dari kehidipan nyata. Akan tetapu, sebuah karya satra dapat pula dianggap representasi kenyataan kehidupan, karena melalui karya sastra kita dapat mengetahui dan memahami fenomena yang tengah terjadi didalam kehidupan manusia pada suatu tempat tertentu dan kurun waktu tertentu. Lebih lanjut, Alan Swingewood mengatakan bahwa karay sastra adalah dokumen sosial budaya. Kemudian dia juga mengatakan bahwa status sosial dari seorang penulis akan memberikan pengaruhnya terhadap proses kreativitas pengarang dalam menciptakan karya sastranya. Jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, serta latar belakang sosial pengarang juga akan memberikan pengaruhnya dalam menginterpretasikan suatu peristiwa yang dijadikan dasar suatu cerita (umar jonas, 1986:40).
Salah satu bentuk karya sastra yang seringkali dianggap sebagai cerminan dari kenyataan kehidupan adalah drama. Sebenarnya apakah defenisi drama itu? Sebuah drama adalah sebuah cerita fiksional yang panjang, memiliki plot khusus yang berkembang melalui tindakan, dialog dan pemikiran dari karakter-karakter yang terdapat didalamnya. Drama juga dikatakan sebagai karya literature yang dibuat berdasarkan imajinasi tidak perlu berupa kenyataan.
Pada hakitanya sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Walaupun berbentuk fiksi, misalnya cerpen dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata sehari-hari. Hanya saja dalam penyampaiannya, pengarang sering mengemasnya dengan gaya yang berbeda-beda dan syarat pesan moral bagi kehidupan manusia.
Menurut Iswanto dalam Jabrohim (2003:59), “Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya”. Pendapat tersebut mengandung implikasi bahwa karya sastra (terutama cerpen dan drama) dapat menjadi potret kehidupan melalui peran para tokoh ceritanya.
Pada dasarnya isi sebuah karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter pemeran tokoh-tokoh cerita. Sangat beragam perilaku manusia yang bisa dimuat dalam cerita. Kadang-kadang hal ini terjadi perulangan jika diamati secara cermat. Pola atau keterulangan inilah yang ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu seperti gejala
Kejiwaan, sosial, dan realitas masyarakat. Drama sebagai bagian bentuk sastra, merupakan jagad realita di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia (tokoh). Realita sosial, realita religius merupakan tema-terma yang sering kita dengar ketika seseorang menyoalkan drama sebagai realita kehidupan.
Drama Sepasang Merpati Tua karya Bakti adalah sebuah karya yang bertemakan tentang cinta, keluarga dan tradisi yang terbit tahun2009 oleh penerbit Idola Qta. Meskipun novel di Indonesia banyak sekali yanng bertemakan tentang cinta. Akan tetapi,novel ini mempunyai kekhasan tersendiri dibandingkan dengan novel-novel lain yang terletak pada penyajian cerita yang unik dan pencitraan tokoh serta alur dalam novel ini. Serta didalamnya mengandung nilai-nilai agama, sosial dan budaya islam yang dihadirkan pengarang sehingga menarik untuk di baca dan menambah wawasan serta edukasi kepada pembaca tentang islam.
Novel hamidah ini berkisah tentang percintaan pria dan wanita dengan perbedaan tradisi keluarga. Alkisah di Hadramaut, Yaman Selatan. Tokoh utama pria, Nabil, awalnya hanya menemani ayahnya datang kerumah sahabat ayahnya, setibanya dirumah itu dia bertemu pandang dengan seorang gadis yang tidak lain adalah Hamidah anak dari sahabat ayahnya dari situlah awal mula kedekatan mereka.
Hari demi hari cintapun tumbuh diantara mereka. Namun kisah cinta mereka tidak berjalan mulus. Ayah Nabil, Qasim yidak merestui hubungan mereka. Alasanya karena qasim merasa dari keluarga bangsawan, bahkan konon keturunan Nabi Muhammad SAW. sedangkan Hamidah berasal dari kalangan rendah. Memang, bangsa Hadramaut terkenal sebagai bangsa yang selalu menjunjung tinggi nasab dan keturunan.
Nabil yang patah hati kemidian memilih pergi meninggalkan keluarganya dan Hamidah. Dalam perjalanan itu, sampan yang ditumpangi Nabil dihantami ombak sehingga hancur berkeping-keping. Namun ajal belum tiba bagi Nabil. Ia terhanyut dan diselamatkan kapal yang berlayar menuju Indonesia. Suratan takdir kembali mengarahkan Nabil ke sebuah perjalanan baru yang ternyata tidak kalah pelik dari sebelumnya, hingga dia berjumpa kembali dengan Hamidah. Manusia memang hanya bisa berencana namun tuhanlah yang menentukan segalanya.
Konflik batin demi konflik batin yang dialami Nabil sehingga mengambil keputusan untuk meninggalkan rumah dan hamidah, pergi merantau merupakan suatu proses kejiwaan Nabil yang masih muda dan emosinya belum stabil, orang-orang seperti ini perlu mendapat perhatian dan pengertian dari orang-orang terdekatnya tentang apa keputusan yang telah dilakukannya.
Novel ini juga manenggambarkan bagaimana kehidupan percintaan remaja islam di Hadramaut yang sebagian telah melanggar tentang hukum-hukum islam, yang disebabkan oleh pengaruh cinta. Serta masih dijunjung tingginya budaya nasab dan keturunan yang masih melekat kuat dalam masyarakat Hadramaut.
Oleh karena itu membedah novel Hamidah(ketika cinta bersujud) dangan kerangka pikir pendidikan adalah suatu yang menarik Selain sebagai sebuah fiksi novel juga syarat dengan nilai-nilai edukasi. Semangat dan nilai yang dihadirkan oleh Sholeh Gisymar dalam Hamidah(ketika cinta bersujud) sebetulnya dapat dikaji dan dianalisis dari berbagai perspektif, salah satunya adalah membedah unsur-unsur yang membangun novel mulai dari tokoh, alur, dan latar serta nilai-nilai yang ada di dalammnya dengan menggunakan metode pendekatan struktural.
1.2 Pembatasan Masalah
Agar masalah yang dibahas tepat sasaran dan tidak keluar dari tujuan penerlitian, maka perlu pembatasan masalah. Batasan masalah tersebut adalah difokuskan pada pembahasan pembedahan unsur-unsur yang membangun novel mulai dari tokoh, alur, dan latar nilai-nilai agama dan sosial dalam novel Hamidah(ketika cinta bersujud) karya Sholeh Gisymar.
1.3 Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah penulis kemukakan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagimanakah pengarang menyajikan alur dan latar serta pencitraan tokoh-tokoh dan kritik sosial yang dihadirkan dalam novel Hamidah(ketika cinta bersujud) ?
2. Bagaimanakah struktur-struktur penyajian yang ada dalam novel Hamidah(ketika cinta bersujud) karya Sholeh Gisymar tersebut ?
1.4 Tujuan
Berdasarkan pemaparan diatas, maka tujuan diadakanya penelitian ini adalah :
1. Mendiskripsikan isi novel Hamidah(ketika cinta bersujud) dan melakukan kajian dengan prespektif pendekatan struktural.
2. Untuk mengetahui penyajian dan pencitraan tokoh, alur, maupun latar
yang ada dalam Novel Hamidah(ketika cinta bersujuud) karya Sholeh Gisymar.
1.5 Manfaat
Berdasarkan pemaparan diatas, kegunaan dari analisis novel ini adalah :
1. Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang komprehensif dan sistematis tentang struktur-struktur pennyajian yang ada dalam novel Hamidah(ketika cinta bersujud) bagi pembaca.
2. Menambah pengetahuan bagi penganalisis maupun pembaca tentang perspektif pendekatan struktural dan langkah-langkahnya dalam menganalisis sebuah karya sastra.
3. Secara formal akademis sebagai syarat untuk melengkapi tugas akhir atau final perihal analisis novel dengan metode pendekatan struktural, mata Kuliah Kajian Prosa Fiksi, program studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan daerah, jurusan pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan pendidikan, Universitas Haluoleo.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan yang Relevan
Kajian putaka merupakan kerangka acuan yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun emperis yang menumbuhkan gagasan dan mendasari usulan penelitian. Dasar-dasar usulan penelitian tersebut dapat berasal dari temuan dan hasil penelitian terdahulu yang terkait dan mendukung pilihan tindakan untuk mengatasi permasalahan penelitian.
Menurut Ary(1982 : 52) mengatakan bahwa sangat penting bagi peneliti untuk mencari hasil penelitian terdahulu yang cocok dengan bidang yang diteliti sebagai dasar pendukung pilihan. Dalam pembahasan kajian pustaka perlu diungkapkan kerangka acuhan komprehensif mengenai konsep, prinsip, atau teori yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Uraian dalam kajian pustaka diharapkan menjadi landasan teoritik mengapa masalah yang dihadapi dalam penelitian perlu dipecahkan dengan strategi yang dipilh.
Maka dari dasar tersebut untuk meneliti suatu masalah sangat diperlukan bahan-bahan kajian pustaka dari berbagai sumber, misalnya buku-buku jurnal penelitian, dokumentasi-dokumentasi, laporan penelitian, bahan-bahan internet maupun darisumber-sumber teoritis lainnya yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Kajian daftar pustaka dipaparkan dengan maksud untk memberikan gambaran tentang kaitan upaya pengembangan dengan upaya-upaya lain yang mungkin sudah pernah dilakukan para ahli untuk mendekati permasalahan yang sama atau relatif sama. Dengan demikian pengembangan yang dilakukan memiliki landasan empiris yang kuat.(UM,2005).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk meneliti suatu masalah sangat diperlukan bahan-bahan kajian pustaka dari berbagai sumber, misalnya buku-buku ilmiah jurnal penelitian, dokumentasi-dokumentasi, laporan penelitian dan sumber-sumber tertulis lainnya yang sesuai dengan masalah yang diteliti.
Sesuai dengan tujuan analisis yaitu untuk melakukan kajian terhadap pencitraan tokoh, alur dan latar dalam novel Hamidah (ketika cinta bersujud) dengan perspektif pendekatan struktural maka untuk memecahkan persoalan yang timbul dalam penelitian ini penulis menggunakan buku-buku yang relevan sebagai panduan seperti buku Apresiasi Prosa Fiksi oleh Kurnia Sayuti, Teori Sastra oleh Sayuti H . Selain itu, juga digunakan sumber-sumber bacaan lainnya, misalnya data dari internet, jurnal dan lain-lainnya yang masih relevan dengan masalah tentang sastra.
2.2 Landasan Teori
Dalam suatu penelitian yang bersifat ilmiah diperlukan suatu landasan teori yang kokoh, agar penelitian itu dapat mengarah pada tujuan seperti yang telah ditetapkan. Disamping itu, dengan adanya landasan teori yang kokoh, maka penelitian terhadap suatu objek yang bersifat ilmiah tersebut hasilnya akan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam menganalisis novel Hamidah (ketika cinta bersujud) ini dari segi pengkajian dan pencitraan dari tokoh, alur, dan latarnya, penulis menggunakan teori pendekatan struktural.
2.2.1 Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural ini membatasi diri pada penelaahan karya sastra itu sendiri, terlepas dari soal pengarang dan pembaca. Dalam hal ini kritikus memandang karya sastra sebagai kebulatan makna akibat berpaduan visi dengan pemanfaatan bahasa sebagai alatnya. Dengan kata lain pendekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi intrinsik yang membangun sebuah karya sastra yaitu tema, alur, tokoh, latar, dan gaya bahasa. Perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkinan kuat untuk menghasilkan sastra yang bermutu (Semi, 1990: 44-45).
Dari pernyataan diatas disimpulkan bahwa yang dimaksud unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra yang dapat ditemukan dalam teks karya sastra itu sendiri. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa suatu karya sastra menciptakan dunianya sendiri yang berbeda dari dunia nyata. Adapun unsur-unsur yang membangun karya sastra itu adalah tema, alur, tokoh, latar, dan juga dari aspek karya sastra itu sendiri.
Berikut yang menjadi konsep dasar, aspek-aspek yang akan dianalisis dalam novel ini :
a. Tokoh/penokohan/perwatakan
Dalam cerita fiksi perwtakan erat kaitannya dengan alur, sebab sebuah alur yang meyakinkan terletak pada gambaran watak-watak yang mengambil bagian didalamnya. Disamping perwatakan dicipta sesuai dengan alur tersebut. Peristiwa-peristiwa cerita yang didukung oleh pelukisan watak-watak tokoh dalam suatu rangkaian alur itu menceritakan manusia dengan berbagai persoalan, tantangan, dan lain-lain dalam kehidupannya. Cerita ini dapat ditelusuri dan diikuti perkembangannya lewat perwatakan tokoh-tokoh cerita atau penokohan cerita. “penokohan” disini berasal dari kata “tokoh” yang berarti pelaku. Karena yang dilukiskan mengenai watak-watak tokoh atau pelaku cerita, maka disebut perwatakan atau penokohan.
Dengan demikian, perwatakan atau penokohan adalah pelukisan tokoh/pelaku cerita melalui sifat-sifat, sikap dan tingkah lakunya dalam cerita. Muh. Thani Ahmad (dalam Dewan Bahasa, 1974 :509) menyebutkan bahwa penokohan adalah sifat menyeluruh dari manusia yang disorot, termasuk perasaan, keindahan, cara berpikir, cara bertindak, dan sebagainya.
Pengertian penokohan diatas, menurut Panuti Sudjiman adalah individu rekaan berwujud atau binatang yang mengalami peristiwa atau lakuan dalam cerita. Manusia yang menjadi tokoh dalam cerita fiksi dapat berkembang perwatakannya baik segi fisik maupun mentalnya. Forster membagi pewrwatakan tokoh atas watak bulat (roung character) dan watak datar (flat character).
Dalam cerita fiksi watak datar (disebut “watak latar” atau “watak pipih” menurut istilah malaysia) mencerminkan tokoh yang wataknya sederhana, yang dilukiskan satu segi wataknya saja, dan watak ini tidak atau kurang berkembang. Dalam watak datar ini menurut Panuti Sudjiman adalah tokoh strectip, seperti ibu tiri yang selalu dilukiskan berperengai kejam. Tokoh datar banyak digunakan dalam cerite-cerita wayang dan cerita-cerita didaktis yang pada umumnya tidak memerlukan perkembangan watak tokoh. Selanjutnya jika lebih dari satu ciri/segi watak yang ditampilkan dalam suatu cerita, sehingga tokoh tersebut dapat dibedakan dari tokoh-tokoh yang lain, maka ia disebut memiliki watak bulat (round character) yang kompleks perwatakannya, nampak segala seginya, kekuatan maupun kelemahannya, dan tidak menimbulkan kesan “hitam-putih”, serta terus berkembang hampir sepanjang cerita.
Menurut Mido (Eri, 2005 : 36) tokoh dalam cerita mungkin saja hanya satu orang atau lebih dari satu orang. Kalau lebih dari satu orang maka ditinjau dari segi perannya. Tokoh adalah pemeran dalam suatu cerita, karena tanpa tokoh sebuah cerita tidak akan ada. Dan tokoh sering juga disebut penggambaran watak dan kepribadian secara tidak langsung.
Dalam kaitan ini, Aminuddin (1987 : 79)menegaskan, “para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama, sedangkan tokoh yang memiliki peranan yang tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu”.
Tokoh masing-masing memiliki peran dan fungsi tersendiri, ada yang sering muncul atau sering diceritakan (sentral) dan bahkan hanya sebagai peran tambahan. Dalam hal ini Sumardjo (1988) mengungkapkan bahwa tokoh berdasarkan fungsinya memiliki peran sebagai berikut :
1. Tokoh Sentral
Tokoh Sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Tokoh sentral protagonis
Tokoh sentral protagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.
b. Tokoh sentral antagonis
Tokoh sentral antagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
2. Tokoh Bawahan
Tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Tokoh andalan
Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (protagonis atau antagonis).
b. Tokoh tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
c. Tokoh lataran
Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah pelaku atau pemeran dari dalam cerita yang menitikberatkan kepada kegiatannya sehari-hari dalam kehidupan suatu karya sastra. Peran dan fungsi tokoh masing-masing memiliki keragaman, karena peran seorang tokoh dalam sebuah cerita mewakili karakter dari karya itu masing-masing berbeda, maka dari itulah seorang tokoh memiliki keragaman ada sebagai tokoh sentral protagonis yang selalu berbuat baik (positif) dan tokoh sentral antagonis yang bertentangan dengan protagonis (negatif) dan adapula tokoh bawahan yaitu tokoh pemeran pembantu tokoh utama dalam sebuah cerita.
Kemudian penokohan, penokohan merupakan keseluruhan gerak laku yang terdorong oleh motivasi-motivasi kejiwaan yang disuguhkan oleh pengarang dalam sebuah karya sastra.
Menurut KBBI (2000 : 1149) bahwa “penokohan adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran, perbuatan, tabiat dan budi pekerti”. Dalam hal ini Tarigan juga berpendapat, (1982 : 141) bahwa perwatakan atau karakterisasi adalah proses yang digunakan oleh seorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fisiknya.
Selanjutnya Semi (1990 : 29) menegaskan tentang tokoh cerita sebagai berikut :
“Tokoh cerita biasanya mengemban suatu perwatakan tertentu yang diberi bentuk dan isi oleh pengarang. Perwatakan (karakterisasi)dapat diperoleh dengan memberi gambaran mengenai tindak-tanduk, ucapan atau sejalan tidaknya antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan, perilaku para tokoh dapat diukur melalui tindak-tanduk, ucapan, kebiasaan, dan sebagainya ”.
Ada berbagai upaya yang akan ditempuh pengarang dalam membangun watak pertokohan seperti yang dikemukakan oleh Aminuddin (1987 : 80-81), yakn,
“Dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat menelusurinya dengan cara: 1. Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.
2. Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya.
3. Menunjukan bagaimana perilakunya.
4. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tantang dirinya sendiri.
5. Memahami bagaimana jalan pikirnya.
6. Melihat tokoh lain berbicara tentangnya.
7. Melihat tokoh lain berbincang dengannya.
8. Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya.
9. Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa perwatakan adalah keseluruhan sifat tokoh atau pelaku yang digambarkan oleh pengarang didalam karyanya. Sifat ini merupakan segala tindak-tanduk, ucapan, kebiasaan dan keadaan fisik tokoh tersebut. Penokohan ini selalu dihubungkan dengan tokoh atau pelaku yang ada dalam sebuah cerita. Setiap peristiwa atau kejadian yang ada didalam sastra berlangsung sedemikian rupa dengan adanya tokoh cerita.
b. Alur atau Plot
Rentang pikiran atau mungkin juga disebut dengan istilah jalan cerita dan sebagainya. Barangkali alur berkembang sesuai dengan perkembangan zamannya. Sebab seperti apa yang dikatakan J.S. Badudu dalam bukunya yang berjudul Inilah Bahasa Indonesia Yang Baik. Bahwa bahasa yang tumbuh baik itu dalam karya sastra senantiasa berubah dan perubahan itu meliputi bidang bahasa secara menyeluruh termasuk soal istilah alur (plot).
Semi (1990 : 43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interaksi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian bagian seluruh fiksi. Sedangkan yang dikemukakan oleh Rene Wellek dan Austin Warren(1985 : 12) bahwa alur adalah peristiwa-peristiwa yang dirangkai dalam suatu urutan yang logis. Rangkaian peristiwa itu menurut forster, haruslah punya hubungan kausal atau sebab-akibat.
Dari pendapat diatas jelaslah bahwa alur itu sangat penting untuk merangkaikan peistiwa yang akan ditampilkan oleh pengarang dalam suatu cerita yaitu dengan memperhatikan kepentingan dan berkembangnya suatu cerita itu dan menggambarkan bagaimana setiap tindakan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain serta bagaimana seorang tokoh itu terkait dalam kesatuan cerita.
Dalam hal ini Aminuddin berpendapat (1987 : 83) bahwa “alur pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwwa, sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita, dalam hal ini sama dengan istilah plot maupun struktur cerita”.
Alur juga merupakan suatu rentetan peristiwa yang diurutkan peristiwa yang akan ditampilkan dengan memperlihatkan kepentingan dalam cerita. Alur suatu cerita menggambarkan bagaimana setiap tindakan yang saling berhubungan satu dengan yang lain atau mempunyai proses kausal atau sebab-akibat, dan bagaimana tokoh menyatu dengan cerita.
Juga dalam hal ini, Nurgiyantoro (2005 : 68) berpendapat bahwa “alur merupakan aspek terpenting yang harus dipertimbangkan, karena aspek inilah juga yang pertama-tama menetukan menarik tidaknya suatu cerita dan memiliki kekuatan untuk mengajak pembaca secara total untuk mengikuti cerita.
Adanya alur cerita akan terbentuk suatu tahapan-tahapan yang menjalin suatu cerita melalui para pelaku dalam suatu pengisahan, dan biasanya juga alur adalah elemen penting yang menyelaraskan gagasan tentang siapa, apa, bagaimana, dimana, mengapa, dan kapan. Dengan kata lain alur itu merupakan jalinan asal muasal kejadian dalam perkembangannya sebuah cerita. Dalam kaitan ini, Aminuddin (1987 : 83) mendefenisikan plot sebagai berikut, plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa, sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam sebuah cerita. Kemudian plot merupakan rangkaian kisah tentang peristiwa yang bersebab, dijalin dengan melibatkan konflik atau masalah yang pada akhirnya diberi peleraian.
Selanjutnya Lukens (Nurgiyantoro, 2005:68) mengemukakan bahwa alur merupakan urutan kejadian yang memperlihatkan tingkah laku tokoh dalam aksinya. Sejalan dengan itu Muchtar Lubis(dalam Eri, 2005 : 29) membagi alur menjadi lima tahapan secara berurutan yaitu :
1. Exposition (pengarang mulai melukiskan keadaan sesuatu)
2. Generating (peristiwa mulai bergerak)
3. Ricing Action (keadaan mulai memuncak)
4. Climax (puncak)
5. Denoument (penyelesaian)
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa alur atau plot merupakan suatu rangkaian peristiwa dengan peristiwa yang lain dengan melibatkan konflik atau masalah serta diberi penyelesaiannya dan peristiwa itu terjadi berdasarkan sebab akibat dan alur akan melibatkan masalah peristiwa dan aksi yang dilakukan dan ditampakan kepada tokoh cerita.
Struktur alur diatas tersebut tentu saja tidak mutlak harus dipatuhi oleh setiap pengarang. Pengarang bebas menyusun alur ceritanya sesuai dengan selera masing-masing. Malahan pengarang-pengarang sastra moderen sekarang lebih suka menggunakan sorot balik (flashback atau backtracking). Jika urutan kronologis peristiwa-peristiwa yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka terjadilah sorot balik (Panuti S. dalam PBI no.2 juni 1987 : 81). Sorot balik ini biasanya ditampilkan dalam dialog, dalam mimpi, atau lamunan tokoh yang menelusuri kembali jalan hidupnya.
c. Latar atau Setting
Latar merupakan salah satu aspek yang penting, karena setiap gerak laku tokoh-tokoh cerita yang menimbulkan peristiwa-peristiwa dalam cerita berlangsung dalam suatu tempat, ruang, dan waktu tertentu.
Menurut Cleanth Brooks dalam An Aproach Of Literature (1952 :819) latar adadlah latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang dalam cerita. Rene Wellek dan Austin Warren (Theory of Literature, 1956: 221) mengemukakan, latar adalah lingkungan alam sekitar, terutama lingkungan dalam yang dipandang sebagai pengekspresian watak secara metonimik atau metaforik.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa latar adalah situasi tempat, ruang dan waktu terjadinya cerita. Tercakup didalamnya lingkungan geografis, rumah tangga, pekerjaan, benda-benda dan alat-alat yang berkaitan dengan tmpat terjadinya peritiwa cerita waktu, suasana dan periode sejarah.
Dalam bukunya An Introduction to the Study of Literature (1963) Hudson membagi latar cerita ini atas latar fisik (material) dan latar sosial. Termasuk dalam latar fisik adalah latar yanf berupa benda-benda fisik seperti bangunan rumah, kamar, perabotan, daerah, dan sebagainya. Latar sosial meliputi pelukisan keadaan sosial budaya masyarakat, seperti adat istiadat, cara hidup, bahasa kelompok sosial dan sikap hidupnya, dan lain-lain yang melatari peristiwa cerita.
Latar atau setting adalah lingkungan fisik tempat kegiatan berlangsung. Dalam arti yang lebih luas, latar mencakup tempat, waktu dan kondisi-kondisi psikologis dari semua yang terlibat dlam kegiatan itu. (Tarigan, 1982 : 157)
Menurut Semi (Oktober, 1993 : 5),
“Latar atau landas tumpu (setting) cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk didalam latar ini adalah tempat atau ruang yang dapat diamati seperti kampus, di sebuah kapal yang berlayar ke hongkong, dijakarta, di sebuah puskesmas, di dalam penjara di paris dan sebagainya. Termasuk di dalam unsure latar atau landas tumpu ini adalah waktu, hari, tahun, musim atau periode sejarah misalnya di zaman perang kemerdekaan, di saat upacara sekaten dan sebagainya. Orang atau kerumunan yang berada di sekitar tokoh juga dapat di masukan ke dalam unsur latar, namun tokoh itu sendiri tidak termasuk latar.
Selanjutnya, Aminuddin (1987 : 67) berpendapat bahwa,
“setting (latar) juga berlaku dalam cerita fiksi karena peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita fiksi juga selalu di latar belakangi oleh tempat, waktu, maupun situasi tertentu. Akan tetapi, dalam karya fiksi setting atau latar bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis, setting juga memiliki fungsi psikologis sehingga setting pun mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yangmenggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Dalam hal ini telah diketahui adanya setting yang metaforis”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar adalah ruang atau tempat bahkan periode sejarah yang dapat diamati suasana terjadinya peristiwa di dalam karya sastra atau dengan kata lain setting adalah peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.
Dalam kaitan ini, Aminuddin (1987: 68) membedakan antara setting (latar) yang bersifat fisikal dengan setting (latar) yang bersifat psikologis yakni,
1. setting yang bersifat fisikal berhubungan dengan tempat, misalnya kota Jakarta, daerah pedesaan, pasar, sekolah, dan lain-lain serta benda-benda dalam lingkungan tertentu yang tidak menuansakan makna apa-apa, sedangkan setting psikologis adalah setting berupa benda-benda dalam lingkungan tertentu yang mampu menuansakan suatu makna serta mampu mengajak emosi pembaca.
2. setting fisikal hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik, sedangkan setting psikologis dapat berupa nuansa maupun sikap serta jalan pikiran suatu lingkungan masyarakat tertentu.
3. untuk memahami setting yang bersifat fisikal, pembaca cukup melihat dariapayanga tersirat, sedangkan pemahamann terhadap setting yang bersifat psikologis membutuhkan adanya penghayatan dan penafsiran.
4. terdapat saling pengaruh dan petumpangtindihan antara setting fisikal dengan setting psikologis.
Sejalan dengan itu, Sudjiman (Maini 1997 : 4 ) berpendapat bahwa pertama-tama latar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya. Selain itu, adanya latar berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para pelaku. Dan menurut Jakob Sumardjo (1988) latar sebagai berikut :
Latar fisik/material. Latar fisik adalah tempat dalam wujud fisiknya (dapat di pahami melalui panca indra)..
Latar fisik dapat di bedakan menjadi dua yaitu :
1. latar netral, yaitu latar fisik yang tidak mementingkan kekhususan waktu dan tempat.
2. latar spiritual, yaitu latar fisik yang menimbulkan dugaan atau asosiasipemikiran tertentu.
Kemudian latar sosial, latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial, sikap, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, serta meyakini adanya magis berupa pawang dan lain-lain.
BAB III METODE
3.1 Pendekatan Penelitian
Adapun metode yang di gunakan pada analisis novel ini yaitu metode penelitian dengan pendekatan struktural. Tidak seperti pada pendekatan lain, pendekatan struktural merupakan pendekatan yang sudah sangat sering di gunakan. Hal ini menandakan bahwa pendekatan ini mudah di pahami dan di laksanakan dalam pengkajian sastra. Pendekatan ini bertujuan untuk membongkar dan memperkaya secara cermat, keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh.
Pendekatan ini membatasi diri pada penelaahan karya sastra itu sendiri, terlepas dari soal pengarang dan pembaca. Dengan kata lain, pendekatan ini memandang menelaah sastra dari segi intrinsik yang membangun suatu karya sastra yaitu tema, alur, tokoh, latar, dan gaya bahasa. Hal ini sesuai dengan apa yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu pengkajian terhadap pencitraan unsur novel Hamidah (ketika cinta bersujud) tetapi dalam analisis in hanya dititikberatkan pada pengkajian dan pencitraan baik tokoh, alur, maupun latar, inilah yang menjadi alasan menapa penulis menggunakan pendekatan struktural ini.
Karena tujuan dari penelitian adalah pengkajian dan pencitraan baik tokoh, alur, maupun latar dalam novel Hamidah (ketika cinta bersujud) terbitan Idola Qta, maka metode penelitian yang dipakai adalah metode deskriptif. Semua data yang didapatkan akan dideskripsikan, dianalisis, dan diinterpretasikan berdasarkan kategori yang sudah ditetapkan.
3.2 Sumber dan Sampel Data
populasi penelitian adalah sebuah novel yang diterbitkan oleh Idola Qta yang berjudul Hamidah (ketika cinta bersujud) karya Sholeh Gisymar pada tahun 2009. Sampelnya adalah semua kalimat, kata, frase, anak kalimat yang terkait dengan pendikripsian dari alur, tokoh, maupun.latar novel ini.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipakai dalam pengambilan data adalah ‘baca-catat’. Dalam artian bahwa peneliti akan mengambil kalimat, kata, frase, anak kalimat apa pun yang dianggap sesuai dengan maksud dan tujuan analisis novel ini
3.4 Teknik Analisis Data
Data akan dianalisis dan akan dimasukkan ke dalam kategori yang sudah ditetapkan berdasarkan pengkajian dan pencitraan terhadap unsur-unsur pembangun sebuah karya sastra dari semua kalimat, kata, frase, dan anak kalimat tersebut yang ada dalam novel.
Adapun prosedur analisis data pada penelitian ini menitikberatkan pada pengkajian unsur tokoh, alur, dan latar dalam novel Hamidah (ketika cinta bersujud) adalah sebagai berikut :
1. Membaca teks sastra (dalam hal ini novel Hamidah (ketika cinta bersujud) karya Sholeh Gisymar).
2. Mencari dan menentukan apa yang menjadi unsur-unsur yang membangun dalam hal ini, tokoh, alur, maupun latar dalam novel.
3. Menganalisis dan mengklasifikasikan tokoh, alur, dan latar sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan.
4. Membuat kesimpulan mengenai hasil analisis data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas hasil ananlisis mengenai pengkajian dan pencitraan baik tokoh, alur, maupun latar yang ada dalam novel Hamidah (ketika cinta bersujud) hasil analisis ini meliputi antara lain :
1. tokoh meliputi identifikasi tokoh, hubungan antartokoh, penentuan tokoh utama, dan pendiskripsian karakter tokoh.
2. alur meliputi sekwen dan pembagian alur
3. latar meliputi identifikasi tempat, identifikasi waktu, dan latar sosial.
4.1 Tokoh
Dalam menganalisis pencitraan dan pendiskripsian sebuah tokoh dalam sebuah karya sastra ada beberapa langkah yaitu identifikasi tokoh, hubungan antartokoh, dan kemiduan pencitraan itu sendiri.
4.1.1 Identifikasi Tokoh
Adapun tokoh-tokoh yang ada dalam novel Hamidah (ketika cinta bersijud) yaitu :
a. Nabil
b. Hamidah
c. Qasim (ayah Nabil)
d. Umar (ayah Hamidah)
e. Ibu Nabil
f. Salim
g. Kapten Kapal
h. Walid (ayah Salamah)
i. Salamah
j. Fahmi
k. Zaid
l. Aziz Bin Abubakar Badjrei (Imam Mesjid)
m. Abdullah
n. Syaikh Ahmad
4.1.2 Hubungan Antartokoh
Semakin banyak tokoh melakukan hubungan dengan tokoh-tokoh yang lain, maka semakin tokoh tersebut dikatakan tokoh utama. Dan apabila tokoh-tokoh dalam cerita mempunyai kesamaan dalam jumlah banyaknya hubungan dengan tokoh lainnya, maka yang dipilih sebagai tokoh utama adalah tokoh yang mampu atau sebagai penggerak alur dari cerita tersebut. Gambaran hubungan antartokoh tersebut adalah sebagai berikut :
a. Nabil
b. Hamidah
c. Qasim (ayah Nabil)
d. Umar (ayah Hamidah)
e. Ibu Nabil
f. Salim
g. Kapten Kapal
h. Walid (ayah Salamah)
i. Salamah
j. Fahmi
k. Zaid
l. Aziz Bin Abubakar Badjrei (imam Mesjid)
m.Abdullah
n. Syaikh Ahmad
Dari gambaran diatas dapat disimpulkan bahwa tokoh utama pria adalah Nabil dan tokoh utama wanitanya adalah hamida karena tokoh-tokoh inilah yang banyak dikena atau tertimpa permasalahan-permasalahan dibandingkan dengan tokoh-tokoh lainnya dan mempunyai banyak hubungan dibanding tokoh lainnya. Serta kedua tokoh ini mampu menggerakan atau sebagai penggerak alur yang ada dalam novel ini.
4.1.3 Deskripsi Karakter Tokoh
a. Nabil
Seorang pemuda yang belum stabil emosinya ini terbukti dari keputusan meninggalkan hadramaut tanpa memikirkan apa akibatnya bagi keluarganya dan hamidah. Dalam hal perasaan Nabil adalah pemegang teguh cinta ini di buktikan ketika malam pertama pernikahannya dengan Salamah ia tidak bisa memberikan apa yang seharusnya ia berikan kepada salamah karena masih teringat dengan cinta dan kenangannya terhadap Hamidah, dan juga seperti pada yang di tuliskan di dalam surat yang di berikan terakhir kepada Hamidah sebagai berikut :
“Biarlah aku menjalani suratan takdir itu. Biarlah jasadku menjadi suami dari gadis yang telah menolongku (Salamah), namun ijinkan jiwaku masih mencintaimu”. (Hamidah, hlm. 160).
b. Hamidah
Hamidah adalah seorang wanita yang cantik dan baik, itulah sebabnya Nabil jatuh cinta kepadanya pada pandangan pertama. Ia adalah wanita yang kurang menjaga hukum islam karena ketika Nabil datang kerumahnya dan pada saat itu Umar (ayah Hamidah) tidak ada dirumah, Hamidah malah menyuruh Nabil masuk ke dalam rumah, perbuatan ini sangat bertentangan sekali dengan ajaran islam yang melarang pria dan wanita yang bukan muhrimnya berdua-duaan ditempat yang sepi. Selain itu Hamidah mempunyai hasrat dan kemauan yang keras sehingga mampu merobohkan hati ayahnya dan pergi bersama ayahnya ke Indonesia untuk mencapi hasratnya untuk bertemu Nabil.
c. Qasim (ayah Nabil)
Sifatnya buruk suka menganggap dirinya lebih tinggi derajatnya di banding dengan orang lain atau suka membangga-banggakan nasab dan keturunan. Bertabiat keras tidak bisa dibantah, serta memiliki pendirian yang teguh yang membuat Nabil stres karena hubungannya dengan Hamidah tidak di restui olehnya. Karena masalah nasab dan keturunan yang dari pertama di pegang teguh oleh Qasim dan menganggap Hamidah dari kalangan bawah atau tidak jelas silsilah keluarganya darimana.
d. Umar (ayah Hamidah)
Umar orang yang sabar baik mengurus Hamidah sejak ibunya meninngal maupun sampai ia dicaci-maki oleh Qasim karena ditudu telah menyembunyikan Nabil dirumahnya,ia tetap sabar. Orangnya baik selalu memberi nasihat ketika Nabil datang kerumahnya. Ia selalu menjaga perasaan anaknya, ia tidak ingin anaknya selalu di rundung dalam kesedihan.
e. Ibu Nabil
Sifatnya penurut, sampai-sampai ia tidak berani membentak suaminya walaupun dia salah. Menjadi tempat berkeluh kesah ketika Nabil Di rundung sebuah masalah.
f. Kapten Kapal
sifatnya arif dan bijaksana yaitu mau menolong Nabil yang terhanyut oleh ombak dan membiarkannnya ikut dalam pelayaran ke Indonesia.
g. Salim
Suka sekali menolong orang yang sedang kesusahan ini terbukti dengan ia mengantarkan surat atau apa saja kehadramaut tanpa mengharap imbalan, jika ada yang memberi imbalan ia akan marah dan ketika memasukan uang ke saku Nabil karena ia tahu Nabil pasti membbutuhkan biaya. Ia orang yang selalu menjaga silaturahim ini terlihat dari kemauannya walau jarak dari cirebon ki indramayu cukup jauh ia tetap pergi untuk bersilaturahim dengan temannya di sana.
h. Walid
Walid orangnya suka membantu tanpa pamrih. Dan ia tidak senang melihat anaknya tersiksa karena cintanya kepada Nabil. Ia termasuk orang tidak mau melukai perasaan orang lain, untuk meminta Nabil menikahi Salama ia menyuruh orang lain untuk menyampaikan maksudnya karena ia takut jangan sampai Nabil tersinggung.
i. Salamah
Salamah mempunyai sifat pemalu karena ia tak mau mengungkapkan perasaanya yang sebenarnya kepada ayahnya yang seorang diri. Salamah termasuk orang yang sabar karena pada waktu malam pertama ia tidak mendapatkan apa yang seharusnya di berikan oleh Nabil, tetapi ia tetap sabar, baginya menjadi suami seorang Nabil itu merupakan suatu kebahagiaan yang sudah lam di impikan.
j. Fahmi
Fahmi adalah teman Nabil yang suka berkelakar dengan teman-temannya walau kadang-kadang juga menggoda teman-temannya. Sifatnya seperti memaksa tak mudah di tolak dan selalu terburu-buru hingga meninggalkan Nabil sendirian menunggu kereta kuda.
k. Zaid
Sifatnya selalu pasrah pada nasib serta lamban mengambil tindakan dan keputusan sehingga gadis yang gadis idamannya sudah menjadi istri orang lain.
l. Aziz Bin Abubakar Badjrei (Imam Mesjid)
Orangnya ramah terbukti dari dia memperlakukan tamunya Nabil sampai ia mengizinkannya menginap, bahkan bukan Cuma itu ia juga senag bersilaturahim sampai-sampai ia ingin memperkenalkan temannya kepada Nabil untuk bersilaturahim sesama orang Hadramaut.
m. Abdullah
sifatnya tidsk mau mengakui apa yang sebenarnya dan selalu membelokan arah pembicaraan atau merubah topiknya.
n. Syaikh Ahmad
Beliau adalah orang yang bijak terbukti dari kata-katanya yaitu :
“Kedermawanan tidak terletak pada seberapa banyak harta yang kita berikan pada kaum dhuafa, tapi pada kesediaan kita untuk memberikan apa yang kita cintai kepada orang lain”. (Hamidah, hlm. 7)
Dan dia juga merupakan orang yang tegar dan imannya tidak mudah goyah walaupun isterinya telah berpulang terlebih dahulu kerahmatullah dua tahun yang lalu dan kini ia hidup sebatang kara. Ia tidak suka menyombongkan diri dan suka menasehati serta memberi doa bagi orang-orang.
4.2 Alur
Adapun cara menganalisis alur ada dua cara yang di pakai penulis yaitu :
1. Sekwen (logis dan kronologis).
2. Alur berdasarkan tahap-tahapnya.
4.2.1 Sekwen
Sekwen merupakan urutan penjelasan logis dan kronologis suatu cerita dari awal sampai akhir, tanpa ada pengulangan, dan peristiwanya kausal atau mempunyai hubungan sebab akibat. Jadi jika sekwen urutannya tidak benar maka semuanya akan salah dan alurnya pun pasti kacau. Dan urutan sekwen yang ada dalam novel (ketika cinta bersujud) adalah sebagai berikut :
1.Nabil anak yang terikat pada mesjid.
2. Nabil di saaf terdepan dan menunaikan shalat tarawih
3. Nabil bersenda gurau dengan teman di mesjid
4. Nabil pulang ke rumah
5. Merayakan hari raya idul fitri
6. Qasim (ayah Nabil)bersama keluarga bertamu kerumah teman lamanya Umar(ayah Hamidah)
7. Nabil bertemu dengan gadis (Hamidah)
8. Nabil terpanah dengan kecantikkannya
9. Hamidah juga terpanah dengan ketampanan Nabil
10.Hamidah pergi masuk ke dapur rumah
11.Qasim (ayah Nabil) berpamitan pulang ke rumah
12.Nabil mengingat Hamidah
13.Nabil tidak bisa tertidur hingga shubuh
14.Bangkit untuk berwudlu
15.Shalat berjamaah di mesjid
16.Ibu Nabil bertanya kepada Nabil
17.Qasim datang duduk di balai-balai
18.Bertanya kepada Nabil
19.Menyuruh Nabil kerumah paman Umar
20.Nabil setuju
21.Nabil bersiap-siap
22.Nabil ke rumah paman Umar
23.Nabil memasuki perkampungan bani katsir
24.Nabil sampai di rumah paman Umar
25.Nabil bersalam
26.Paman Umar menjawab
27.Ia mengajak Nabil masuk ke dalam rumah dan duduk
28.Ia meninggalkan Nabil sendiri dan kebelakang
29.Ia mengajak Nabil bercakap-cakap
30.Nabil kemudian mengutarakan maksud dan tujuannya
31.Nabil bertemu kembali dengan Hamidah
32.Hamidah merasa kikuk
33.Nabil menyapa Hamidah
34.Hamidah masuk ke dapur
35.Ayah Hamidah mempersilahkan minum kopi
36.Nabil segera mohon diri karena adzan berkumandang
37.Nabil setiap hari mengunjungi rumah Hamidah
38.Hubungannya dengan Hamidah semakin dekat
39.Umar membantu Nabil merintis usaha
40.Nabil berkunjung ke rumah Hamidah
41.Nabil mengetuk pintu keras-keras
42.Hamidah muncul di ambang pintu
43.Mereka bercakap-cakap di ambang pintu
44.Hamidah mempersilahkan Nabil masuk ke dalam rumah
45.kembali bercakap-cakap
46.Nabil mengutarakan perasaan yang sebenarnya kepada Hamidah
47.Hamidah terdiam
48.Nabil mohon diri karena adzan maghrib
49.Hamidah masuk ke dalam rumah
50.Hamidah menangis bahagia
51.Nabil shalat tahajut
52Nabil berdoa untuk Hamidah
53.Esok hari Nabil ke rumah Hamidah
54.Nabil melihat ada perubahan terhadap Hamidah
55.Umar menasihati Nabil
56.Hubungan Nabil dan Hamidah berjalan mulus
57.Hubungan ini tercium oleh ayah Nabil
58.Nabil memutuskan berbicara kepada ayahnya tentang hubungannya
59.Setelah shalat maghrib ia membicarakannya
60.Ayah Nabil terkejut
61.Ayah Nabil tidak setuju dengan hubungan itu
62.Nabil merasa seperti tersengat petir mendengarnya
63.Nabil seperti tak memiliki pegangnan
64.Nabil berupaya untuk berkelana
65.Ia mulai sering meninggalkan mesjid
66.Nabil sesekali membantah perintah ayahnya
67.Nabil bersedih
68.Nabil menulis sebuah surat untuk Hamidah
69.Nabil berusaha meyakinkan ayahnya
70.Ayahnya seolah tetap pada pendiriannya
71.Nabil kembali menyusun rencana untuk meyakinkan ayahnya
72.Ayah Nabil tetap tidak bergeming
73.Nabil kebingungan dengan masalah yang dihadapinya
74.Akhirnya Nabil mengambil keputusan
75.Nabil ingin lepas dari kemelut dan mengembara
76.Nabil menulis surat untuk keluarganya
77.Qasim membaca surat Nabil
78.Nabil berjalan ke Mukalla sebuah pelabuhan kota
79.Nabil menumpang sebuah sampan kecil ke Aden
80.Sampan tersebut dihantam ombak yang besar
81.Sampannya tercerai berai
82.Nabil terbuang dari sampan
83.Tubuh Nabil dipermainkan ombak
84.Nabil di tolong oleh sebuah kapal layar
85.Nabil pun mulai tersadar
86.Kapten kapal dan lelaki tua bercakap-cakap
87.Nabil bertanya-tanya tentang tujuan ka kapal
88.Kapten akhirnya memperbolehkan Nabil berlayar bersama mereka
89.Kapten memberi persyaratan
90.Nabil merasa senang karena di Indonesia ada keluarganya
91.Nabil membantu Salim memasak di dapur
92.Nabil berbincang-bincang dengan Sali (koko kapal)
93.Nabil menceritakan hubungannys dengan Hamidah
94.Nabil teringat kembali dengan Hamidah
95.Namun Nabil tetap asyik melamun tentang Hamidah
96.Kapalpun akhirnya sampai tujuan
97.Nabil mengucapkan terimakasih kepada Kapten
98.Nabil mengucap salam perpisahan kepada Salim
99.Salim memasukan tangannya ke saku Nabil
100.Nabil bertsnys kepada seseorang tentang tujuannya yaitu indramayu
101.Nabil pergi sesuai petunjtuk dari seseorang
102.Nabil bertemu Walid
103.Nabil dalam keadaan lemah dan tak berdaya
104.Nabil dan Walid bercakap-cakap
105.Walid mempersilahkan Nabil datang ke rumahnya
106.Setiba di rumah Walid mereka langsung makan
107.Nabil melanjutkan kembali obrolan sebelumnya
108.Walid mempersilahkan Nabil tinggal di rumahnya
109.Pagi hari Nabil meminum secangkir kopi
110.Nabil memikirkan Hamidah
111.Beberpa hari Nabil tinggal di rumah Walid
112.Nabil mencuci pakaian
113.Nabil mendapat uang di saku bajunya
114.Nabil berjalan-jalan ke pantai
115.Nabil melamun tentang Hamidah
116.Salamah melihat Nabil sedang bermuram durja
117.Nabil mendengar adzan Maghrib
118.Ia pulang ke rumah Walid untuk shalat
119.Nabil sudah seminggu di rumah Walid
120.Nabil pergi mencari pamannya
121.Nabil berjanji akan kembali
122.Nabil ke Indramayu naik kereta kuda
123.Nabil bertemu bertemu dengan Aziz Bin Abubakar Badjrei (imam mesjid)
124.Aziz mengatakan bahwa pamannya telah meninggal
125.Nabil pusing tak tahu harus kemana
126.Nabil melanjutkan obrolan dengan Aziz
127.Nabil menginap di rumah Aziz
128.Nabil dan Aziz minum kopi bersama
129.Nabil dan Salim bertemu kembali di rumah Aziz
130.Aziz dan Salim sama-sama dari Sewun, Hadramaut
131.Nabil menulis surat untuk Hamidah
132.Nabil mengirim surat tersebut lewat Salim
133.Nabil berpamitan
134.Nabil kembali ke rumah Walid
135.Wahid menyambut kedatangan Nabil
136.Nabil bercakap-cakap dengan Walid hingga malam
137.Salamah tak bisa tidur karena Nabil
138.Hari demi hari cinta di dalam hati Salamah mulai tumbuh
139.Salamah teringat ibunya hingga adzan shubuh
140.Salamah mengambil air wudlu
141.Salamah bertemu Nabil
142.Salamah memperhatikan Nabil lekat-lekat
143.Walid melihat sikap Salamah berbeda
144.Waild ngobrol dengan anaknya
145.Salamah berusaha menguasai diri
146.Walid mengajak sarapan
147.Salamah terlepas dari beban yang menghimpit
148.Nabil dan Kasan (tetangga Walid) berjalan-jalan bersama
149.Mereka bercakap-cakap
150.Kasan dan Nabil duduk di sebongkah batu
151.Kasan mengutarakan maksud yang sebenarnya
152.Nabil kurang mengerti maksud dari Kasan
153.Kasan menjelaskan lebih khusus lagi
154.Nabil merasa bingung dihadapkan pada pilihan yang sulit
155.Nabil memutuskan menyetujui apa yang di katakan Kasan
156.Persiapan pernikaha Nabil dan Salamah sudah di mulai
157.Nabil merasa benci karena dia beda-bedakan bengan orang lain
158.Pernikahan Nabil tinggal sehari lagi
159.Nabil pamit ke Cirebon
160.Nabil menerima surat kiriman Hamidah dari Fahmi
161.Nabil merasa bersalah
162.Nabil berandai-andai
163.Nabil merasa ragu dan gundah
164.Ia beranjak dari kamar untuk shalat shubuh
165.Ia berdoa
166.Nabil enggan beranjak dari surau
167.Nabil di ingatkan oleh Fahmi
168.Nabil beranjak dari surau
169.Nabil menjawab “ijab” dari Walid untuk Hamidah
170.Siang pun berganti malam
171.Nabil dan Salamah sama-sama masuk ke dalam kamar
172.Salamah mempercantik dirinya untuk Nabil
173.Nabil terpaku di atas ranjang
174.Salamah menghampiri Nabil
175.Nabil tampak murung
176.Salamah merasa kurang sempurna
177.Salamah bertanya kepada Nabil
178.Nabil tak berani berterus terang
179.Nabil melihat istrinya kecewa
180.Nabil menghibur istrinya dengan membelai rambutnya
181.Nabil merasa bersalah
182.Salamah dan Nabil terbangunkan adzan shubuh
183.keduanya lalu meniggalkan kamar
184.Sebulan sudah pernikahan Nabil dan Salamah
185.Nabil belum menjalankan kewajibanyna sebagai suami
186.Nabil baru pulang dari pasar
187.Nabil shalat isya dan kemudian makan malam
188.Nabil dan Salamah masuk ke dalam kamar
189.Mereka bercakap-cakap
190.Salamah menangis mendekati Nabil
191.Nabil memeluk istrinya dan mencium keningnya
192.Nabil meminta maaf
193.Dan keduanya tidur
194.Nabil ke cirebon bertemu Fahmi
195.Nabil menyerahkan hasil dagangannya
196.Fahmi memaksa Nabil untuk mengajaknya ke pelabuhan
197.Nabil setuju
198.Mereka tiba di pelabuhan
199.Mereka tidak bertemu dengan orang yang di kenal
200.Fahmi berlari meninggalkan Nabil
201.Fahmi bertemu dengan dua orang Hadramaut
202.Fahmi mengajak keduanya bertemu dengan Nabil
203. Nabil bertemu dengan Hamidah dan Ayahnya
204.Nabil terkejut dan takjub
205.Nabil jatuh dan tak sadarkan diri
206.Hamidah dan Ayahnya bermalam di rumah Fahmi
207.Waktu sudah siang, tetapi Hamidah belum beramjak dari tempat tidur
208.Hamidah yakin Nabil masih mencintainya
209.Ayahnya datang dengan muka yang lelah
210.Mendekati Hamidah
211.Ia menyerahkan surat yang di titipkan Nabil kepada Fahmi yang di tulis untuk Hamidah
4.2.2 Alur
Tahap-tahap alur yang ada dalam novel Hamidah (ketika cinta bersujud) mempunyai gambaran sebagai berikut :
Climax (puncak)
Konflik Antiklimaks
Eksposisi Denoument (penyelesaian)
Awal Tengah Akhir
Dari gambaran diatas dapat di simpulkan bahwa deskripsi alur yang terdapat dalam novel Hamidah (ketika cinta bersujud) karya Sholeh Gisymar adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan urutan waktu
a. Tahap Awal
Dalam novel ini di mulai memperkenalakan tokoh utamanya, yakni seorang pemuda yang tampan dan setiap wanita yang melihatnya ingin menjadi istrinya.
Nabil, nama pemuda yang menjadi buah bibir para orang tua. Dan bila namanya di sebut, hati para gadis akan berbunga-bunga, seraya mamanjatkan doa pada Allah agar dialah yang akan beruntung di persunting oleh Nabil. (Hamidah, hlm. 6)
Dari kutipan diatas telah mencerminkan tentang perkenalan terhadap tokoh utama yaitu Nabil yang menjadi bahan pembicaraan orang tua dan ketampanannya yang memikat para wanita.
b. Tahap Tengah
Tahap ini di dalam novel di tandai dengan perginya Nabil pergi meninggalkan Hadramaut karena kecewa atas keputusan sang ayah yang tidak mau menyetujui hubungannya dengan Hamidah, dan ketika perjalanannya lewat laut dengan menggunakan sampan di hadang dengan ombak yany sangat besar sehingga menghancurkan sampan.
Akhirnya ia berkeputusan mengambil jalan tengah, lebih baik ia meninggalkan semua kemelut itu untuk mengembara. Ia akan berjalan ke daerah-daerah lain, atau mungkin merantau ke Arab, atau ke Indonesia, seperti yang di lakukan datuk-datuknya. Keputusan ini telah mantap ia pertimbangkan dan ia tidak ingin memberi tahu siapapun. (Hamidah, hlm. 66)
Lagi-lagi ombak menerjang, membuat tubuhnya bergulun-gulung bersama ombak. (Hamidah, hlm. 70)
Dari kutipan di atas dpat diketehui bahwa Nabil meninngalkan Hadramaut dan ditengah perjalanan laut Nabil di hantam ombak yang besar.
c. Tahap Akhir
Tahap ini di akhiri dengan pemberian surat kepada hamidah dari ayah yang di tulis oleh Nabil
Tangan hamidah segera menyambar surat yang di berikan ayahnya, ia tak sabar ingin mengetahui alasan dari semua kejadian yang ia alami. (Hamidah, hlm. 157)
2. berdasarkan tahap penyusun alur
a. awal
perkenalan terhadap tokoh utamanya yaitu Nabil
b. eksposisi
Mendiskripsikan awal pertemuan antara Hamidah dan Nabil hingga hubungan mereka semakin dekat dan tumbuh benih-benih cunta di antara mereka.
c. konflik
Konflik di sini muncul ketika ayah Nabil mengetahui hubungan mereka, dan tidak menyetujui hubungan mereka karena tidak sederajat. Dan di sini Nabil mulai sering membantah apa yang diperintahkan oleh ayahnya.
d Climax (puncak)
Puncak atau yang menjadi klimaks dalam novel yaitu ketika Nabil berkeputusan meninggalkan Hadramaut karena kecewa dengan sifat ayahnya, di dalam perjalanan lautnya menggunakan sampan tiba-tiba badai datang menghantam sampan sampai hancur berkeping-keping dan membuat Nabil terombang-ambing dilautan lepas.
e. Antiklimaks
Antiklimaks yang ada dalam novel yaitu datangnya pertolongan dari sebuah kapal terhadap Nabil dan Nabil pun selamat. Selai itu Nabil di izinkan untuk ikut berlayar ke Indonesia.
f. Denoument (penyelesaian)
Penyelesaian dalam novel, Nabil akhirnya menikahi seorang gadis di Indonesia yakni Salamah dengan maksud supaya dapat melupakan semua tentang problem atau masalah di Hadramaut.
g. Akhir
Di tandai dengan pemberian surat kepada Hamidah oleh ayahnya
4.3 Latar
Dalam menganalisis latar ada beberapa aspek yang menjadi tumpuan, yaitu identifikasi tempat, Identifikasi waktu, dan latar sosial.
4.3.1 Identifikasi tempat
-Hadramaut
-Mesjid
-Rumah Hamidah
-Kapal
-Perkampungan bani katsir
- Cirebon
- Indramayu
-Rumsh walid
-Rumah Aziz
-Pantai
-Laut
-Pelabuhan
4.3.2 Identifikasi Waktu
-Sebulan
Beberapa minggu
-Besok
4.3.3 Latar Sosial
Latar sosial yang ada dalam novel yaitu mengenai adat istiadat orang Hadramaut yang menjunjung tinggi Nasab dan keturunan. Disini pengarang protes terhadap apa yang telah menjadi kebudayaan tersebut. Novel ini di buat untuk alasan sebagai pelajaran kepada semua orang bagaimana kejamnya adat sebagai tembok besar penghalang cinta.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkam hasail dari hasil analiasis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menganalisis novel Hamidah (ketika cinta bersujud); pengkajian yang di pakai dalam analisis ini adalah :
a. Tokoh/penokohan/perwatakan
Dalam cerita fiksi perwtakan erat kaitannya dengan alur, sebab sebuah alur yang meyakinkan terletak pada gambaran watak-watak yang mengambil bagian didalamnya. Disamping perwatakan dicipta sesuai dengan alur tersebut. Peristiwa-peristiwa cerita yang didukung oleh pelukisan watak-watak tokoh dalam suatu rangkaian alur itu menceritakan manusia dengan berbagai persoalan, tantangan, dan lain-lain dalam kehidupannya. Cerita ini dapat ditelusuri dan diikuti perkembangannya lewat perwatakan tokoh-tokoh cerita atau penokohan cerita. “penokohan” disini berasal dari kata “tokoh” yang berarti pelaku. Karena yang dilukiskan mengenai watak-watak tokoh atau pelaku cerita, maka disebut perwatakan atau penokohan.
b. Alur atau Plot
Selanjutnya Lukens (Nurgiyantoro, 2005:68) mengemukakan bahwa alur merupakan urutan kejadian yang memperlihatkan tingkah laku tokoh dalam aksinya. Sejalan dengan itu Muchtar Lubis(dalam Eri, 2005 : 29) membagi alur menjadi lima tahapan secara berurutan yaitu :
1. Exposition (pengarang mulai melukiskan keadaan sesuatu)
2. Generating (peristiwa mulai bergerak)
3. Ricing Action (keadaan mulai memuncak)
4. Climax (puncak)
5. Denoument (penyelesaian)
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa alur atau plot merupakan suatu rangkaian peristiwa dengan peristiwa yang lain dengan melibatkan konflik atau masalah serta diberi penyelesaiannya dan peristiwa itu terjadi berdasarkan sebab akibat dan alur akan melibatkan masalah peristiwa dan aksi yang dilakukan dan ditampakan kepada tokoh cerita.
Struktur alur diatas tersebut tentu saja tidak mutlak harus dipatuhi oleh setiap pengarang. Pengarang bebas menyusun alur ceritanya sesuai dengan selera masing-masing. Malahan pengarang-pengarang sastra moderen sekarang lebih suka menggunakan sorot balik (flashback atau backtracking). Jika urutan kronologis peristiwa-peristiwa yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka terjadilah sorot balik (Panuti S. dalam PBI no.2 juni 1987 : 81). Sorot balik ini biasanya ditampilkan dalam dialog, dalam mimpi, atau lamunan tokoh yang menelusuri kembali jalan hidupnya.
c. Latar atau Setting
Latar merupakan salah satu aspek yang penting, karena setiap gerak laku tokoh-tokoh cerita yang menimbulkan peristiwa-peristiwa dalam cerita berlangsung dalam suatu tempat, ruang, dan waktu tertentu.
Latar atau setting adalah lingkungan fisik tempat kegiatan berlangsung. Dalam arti yang lebih luas, latar mencakup tempat, waktu dan kondisi-kondisi psikologis dari semua yang terlibat dlam kegiatan itu. (Tarigan, 1982 : 157)
Menurut Semi (Oktober, 1993 : 5),
“Latar atau landas tumpu (setting) cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk didalam latar ini adalah tempat atau ruang yang dapat diamati seperti kampus, di sebuah kapal yang berlayar ke hongkong, dijakarta, di sebuah puskesmas, di dalam penjara di paris dan sebagainya. Termasuk di dalam unsure latar atau landas tumpu ini adalah waktu, hari, tahun, musim atau periode sejarah misalnya di zaman perang kemerdekaan, di saat upacara sekaten dan sebagainya. Orang atau kerumunan yang berada di sekitar tokoh juga dapat di masukan ke dalam unsur latar, namun tokoh itu sendiri tidak termasuk latar.
Kemudian latar sosial, latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial, sikap, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, serta meyakini adanya magis berupa pawang dan lain-lain.
5.2 Saran
Bagi para peneliti sastra dengan pendekatan struktural harus sangat sabar, telaten,teliti, dan sangat senang membaca. Bila tidak, maka kebosanan yang melanda akan menghentikan sang peneliti melanjutkan penelitiannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar