Translate

Jumat, 08 Juni 2012

RPP paragraf Deduktif dan Induktif

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)




A.  STANDAR KOMPETENSI
          Menulis: menggungkapkan pikiran, pendapat, dan informasi dalam penulisan karangan berpola    deduktif dan induktif.

B. KOMPETENSI DASAR
         Menulis karangan berdasarkan topik tertentu dengan pola pengembangan deduktif dan induktif
  
C. INDIKATOR
    a. Kognitif
  • proses
         Menemukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
         Menemukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
         Menemukan paragraf induktif dan deduktif
  • Produk
        Menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
        Menentukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
        Menentukan paragraf induktif dan deduktif

  b. Psikomotor
  •  Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif
  c.. Afektif
  •  Karakter 
             Tanggung jawab
             Kritis
             Disiplin
  •   Keterampilan sosial      
            Berbahasa santun dan komunikatif       
            Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok      
            Membantu teman yang mengalami kesulitan
 
D. TUJUAN PEMBELAJARAN
   a.   Kognitif
  • Proses
            Setelah membaca dan memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan membaca         nyaring, siswa secara berkelompok diharapkan dapat
         Menemukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
         Menemukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
         Menemukan paragraf induktif dan deduktif
  • Produk
           Setelah menemukan hasil pencapaian tujuan proses di atas, siswa secara berkelompok diharapkan dapat
          Menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
          Menentukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
          Menentukan paragraf induktif dan deduktif

   b. Psikomotor  
           Setelah menentukan dan memahami hasil pencapaian tujuan produk di atas, siswa secara mandiri diharapkan dapat
  •     Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif 
   c.  Afektif
  • Karakter
           Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam berperilaku yang meliputi sikap:
           Tanggung jawab
           Kritis
           Disiplin
  • Keterampilan sosial
            Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan kecakapan sosial yang meliputi:
          Berbahasa santun dan komunikatif
          Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok
          Membantu teman yang mengalami kesulitan


  E. MATERI PEMBELAJARAN
       a.    Paragraf yang berpola deduktif dan induktif
       b     Kalimat utama dan kalimat penjelas
       c     Perbedaan deduktif dan induktif
  
 F.MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN
      a.  Pendekatan: Pembelajaran Kontekstual
      b.   Model Pembelajaran: Kooperatif Tipe STAD
      c.    Metode: tanya jawab, pemodelan, penugasan, dan unjuk kerja
 
  G. BAHAN DAN MEDIA
      a.   Wacana tulis (artikel)
             LKS
             Kertas HVS
       b. ALAT
             Spidol
             Format evaluasi
             Pedoman penilaian dan penskoran

H. SKENARIO PEMBELAJARAN
NoKegiatam                             Penilaian Pengamat                                       

PERTEMUAN I (80 menit)
123    4      
A1Kegiatan Awal (15):Tahap 1 (5 menit): Pemancingan dengan mula-mula menanyakan kesiapan belajar siswa, lalu menanyakan pengetahuan dan pengalaman siswa tentang paragraf.
Tahap 2 (10 menit): Pengarahan dengan mula-mula bertanya jawab tentang jenis-jenis paragraf  berdasarkan letak kalimat utamanya, kemudian diakhiri dengan penegasan guru tentang tujuan pembelajaran yang harus dicapai dalam proses pembelajaran pada pertemuan itu. 

       
       
    
B1
Kegiatan Inti (55 menit):(55 menit): guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, kemudian memberikan pemahaman kepada siswa mengenai paragraf deduktif dan induktif, serta perbedaan antara kalimat utama dan kalimat penjelas




C1Kegiatan Akhir (10 menit)Siswa bersama guru merumuskan kesimpulan umum atas semua butir pembelajaran yang telah dilaksanakan;
Siswa  diminta menyampaikan kesan dan saran (jika ada) terhadap proses pembelajaran yang baru selesai mereka ikuti;
Guru menugaskan siswa untuk mencari artikel di media masa yang akan mereka identifikasi paragraf deduktif dan induktif  






  I. SUMBER PEMBELAJARAN
    Wacana tulis
    Materi Essensial MGMP Sekolah
    Lembar Pegangan Guru
    LKS 1 ; LKS 2
    LP 1 ; LP 2
    Silabus


  J.  EVALUASI DAN PENILAIAN
a. Evaluasi
    Evaluasi Proses: dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas peserta  (siswa) dalam menggarap tugas, diskusi, kegiatan tanya jawab, dan dialog informal.
    Evaluasi Hasil: dilakukan berdasarkan analisis hasil pengerjaan tugas dan pengerjaan tes, dan pengamatan unjuk keterampilan (performance)

b. Penilaian
     a.    Jenis Tagihan Penilaian: LKS 1 dan LP 1, LKS 2 dan LP 2, , LP 4, LP 5
           Tugas Individu: menggunakan LKS 3 ; LP 3
            Bentuk Instrumen Penilaian:
            Uraian bebas
            Jawaban singkat
             Pilihan ganda









Satuan Pendidikan    : SMA
Mata Pelajaran         : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester        : XI/I
Standar Kompetensi : Membaca
Kompetensi Dasar    : Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui kegiatan           membaca intensif

LEMBAR PEGANGAN GURU
 (LPG)

1.  Pengertian Paragraf

         Paragraf (dari bahasa Yunani paragraphos, “menulis di samping” atau “tertulis di samping“) adalah Unit terkecil sebuah karangan yang terdiri dari kalimat pokok atau gagasan utama dan kalimat penjelas atau gagasan penjelas. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi.
Syarat sebuah paragraf di setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :
    Kalimat utama
Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.
    Kalimat Penjelas
Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.

2. Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama

         Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini terbagi atas 4 yakni :
    Paragraf Deduktif
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang khusus.

        Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.

    Paragraf Induktif
Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum.
    Paragraf Campuran (Deduktif-Induktif)
Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.
    Paragraf Tersebar
Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi.



DAFTAR PUSTAKA

               Irawan, yudi (dkk). 2007. Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Perbukuan






















LEMBAR PENILAIAN
LP 1 : KOGNITIF PROSES
Pedoman Penskoran LKS 1
No.
 Komponen

Deskriptor

Skor

Bobot

Skor X Bobot

Catatan
1.Menemukan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam  paragraf   a.Dapat menemukan kalimat utama  dan kalimat penjelas pada semua paragraf
b.Hanya dapat menemukan kalimat utama  dan  kalimat penjelas pada beberapa  paragraf .
c.Tidak dapat menemukan  kalimat utama dan kalimat penjelas dalam paragraf.  
2


1


0
   5

2Menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif a.Dapat menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraf
b.Hanya dapat menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada beberapa  paragraf .
c.Tidak dapat menemukan  paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraph  

2


1


0

  5


Jumlah





Catatan :  0 = Sangat kurang  1  = kurang   2 = baik 
Cara Pemberian Nilai
Rumus :
nilai=(skor perolehan siswa)/(skor maksimum)    X 100
 
 
 
 
  LP 2 : KOGNITIF PRODUK
Pedoman Penskoran LKS 2
           
No.
 Komponen

Deskriptor

Skor

Bobot

Skor X Bobot

Catatan
1.Menentukan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam  paragraf   a.Dapat menemukan kalimat utama  dan kalimat penjelas pada semua paragraf
b.Hanya dapat menemukan kalimat utama  dan  kalimat penjelas pada beberapa  paragraf .
c.Tidak dapat menemukan  kalimat utama dan kalimat penjelas dalam paragraf.  
2


1


0
   5

2Menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif a.Dapat menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraf
b.Hanya dapat menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada beberapa  paragraf .
c.Tidak dapat menemukan  paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraph  

2


1


0

  5


Jumlah





Catatan :  0 = Sangat kurang  1  = kurang   2 = baik  Cara Pemberian Nilai
Rumus :nilai=(skor perolehan siswa)/(skor maksimum)    X 100
              

LP 3 = Psikomotor
Pedoman Penskoran LKS 3
No.
 Komponen

Deskriptor

Skor

Bobot

Skor X Bobot

Catatan
1.Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif    a.Dapat menjelaskan dengan sangat jelas dengan bahasa yang efektif dan santun.
b.Dapat menjelaskan, namun dengan terbata-bata.
c.Tidak dapat menjelaskan apa-apa.  
 
3

2

0   
   5

Jumlah





Catatan :  0 = Sangat kurang 2 = cukup baik  3 = baik 
Cara Pemberian Nilai
Rumus :nilai=(skor perolehan siswa)/(skor maksimum)    X 100






LP 4 = Afektif : Perilaku Berkarakter
 
Format Pengamatan Perilaku Berkarakter
No.
Rincian tugas kinerja
Memerlukan perbaikan(D)Menunjukkan kemajuan(C)
Memuaskan(B)
Sangat baik
(A)
1.Tanggung jawab     






  
2Kritis   









 

3Disiplin   





Petunjuk :
Berikan penilaian atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala berikut :
A = sangat baik            B = memuaskan
C = Cukup baik            D = kurang baik

        


Hari/Tanggal :

Guru/Pengamat


(…………………..)


LP 5 = Afektif : Perilaku Keterampilan Sosial

Format Pengamatan Keterampilan Sosial
No.
Rincian tugas kinerja
Memerlukan perbaikan(D)Menunjukkan kemajuan(C)
Memuaskan(B)
Sangat baik
(A)
1. Berbahasa santun dan komunikatif    






  
2Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok









 

3Membantu  teman yang kesulitan 




Petunjuk :
Berikan penilaian atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala berikut :
A = sangat baik            B = memuaskan
C = Cukup baik            D = kurang baik



Hari/Tanggal :

Guru/Pengamat


(…………………..)




MEDIA PEMBELAJARAN
Bacalah Kutipan Artikel Berikut!

Efek Rumah Kaca

Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika mengenai permukaan bumi, energi berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagi radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun, sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini.gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi. Akibatnya panas akan tersimpan di permukaan bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata  tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsenterasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala mahkluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15˚C (59˚F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33˚C (59˚F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18˚C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan bumi). Akibatnya jumlah gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.
Kenaikan suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan.misalnya naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perbedaan politik dan publik di dunia mengenai tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut. Sebagian besar Negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca

                              
                                                                                                         Kendari,  Desember 2011
Guru Pamong                                                                                               Mahasiswa KKP                                                              
                                      

HARLINA, S.Pd                                                                                             A R I S
NIP  197605292007012012                                                                     A1D1 07 105   
                                                                             



                                                                         Mengetahui,
                                                       Kepala SMA Kartika VII-2 Kendari


           Drs. H. NP. DAHLAN             
                                                              NIP                                 

Kamis, 07 Juni 2012

urutannama pacarHobby Pacarcit-cita
pertamaItaTinju
keduaMitabegadang
ketigaMianonton film perang
keempatTamiTidur
keempatTamiTidurTidur

Resensi Novel Sang Pemimpi


Judul : Sang Pemimpi
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang
Cetakan : Cetakan keduapuluh lima, Oktober 2009
Kategori : Novel
Halaman : 292 hlm.

Andrea Hirata, lahir di Belitong. Andrea berpendidikan ekonomi dari Universitas Indonesia. Ia mendapat beasiswa Uni Eropa untuk studi master of science diUniversite de Paris, Sorbonne, Prancis dan Sheffield Hallam University, United Kingdom.

Tesis Andrea dibidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan dari kedua universitas tersebut dan ia lulus cum laude. Tesis itu telah diadaptasi kedalam bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telekomunikasi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku itu telah terdaftar sebagai referensi ilmiah. Meskipun studi mayornya ekonomi, ia amat menggemari sains-Fisika, Kimia, Biologi, Astronomi-dan tentu saja Sastra.

Sang Pemimipi adalah novel yang menceritakan perjuangan tiga anak Belitong yang tinggal disebuah kampung Melayu. Mereka berjuang untuk meraih mimpi-mimpi mereka. Meskipunmereka hidup ditengah kemiskinan, mereka tidak mempedulikannya. Mereka mempunyai semangat yang membara, semangat yang tidak bisa diredam oleh apapun untuk meraih mimpi-mimpi mereka. Sang Pemimpi itu adalah Ikal, Arai, dan Jimbron. Bagi mereka mimpi adalah energi bagi kehidupan mereka masa kini untuk melangkah menuju masa depan yang mereka cita-citakan.

Arai sebenarnya masih memiliki hubungan darah dengan Ikal. Dia sejak kecil sudah menjadi yatim piatu. Karena Arai tidak memiliki saudara lagi, maka dia diasuh oleh orang tua Ikal. Bagi ikal, Arai adalah saudara sekaligus sahabat terbaiknya. Jimbron, dia adalah sosok yang rapuh. Dia berbicara dengan gagap semenjak ayhnya meninggal dunia. Jimbron sangat terobsesi dengan kuda, karena diBelitong saat itu belum ada kuda. Jimbron memiliki kisah yang unik dengan obsesinya terhadap kuda. Anda akan merasa terhibur dengan tingkah Jimbron. Bagaimana kisah ketiga anak tersebut ? untuk mengetahui jawabannya bacalah novel Sang Pemimpi.

Novel ini menceritakan kisah memoar kehidupan Ikal, Arai, dan Jimbron dalam mewujutkan impian mereka. Semua kisahnya tersaji dalam 18 mozaik yang tidak terlalu panjang. Ada beberapa kisah yang menggugah, namun ada juga beberapa kisah yang lucu. Seperti pada mozaik bioskop, yang menceritakan kenakalan Ikal dan kedua sahabatnya. Selain itu, disela-sela kisah ketiga pemimpi yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi, pembaca juga akan disuguhi potret landskap pulau Belitong lengkap dengan kondisi sosialnya.

Novel Sang Pemimpi, merupakan kelanjutan dari tetralogi Laskar Pelangi. Akan tetapi,didalam isi cerita novel Sang Pemimpi, tidak menceritakan tentang anggota Laskar Pelangi yang selalu bersama dalam cerita dari novel Laskar Pelangi. Dan ada potongan mozaik yang membuat pembaca kecewa dengan cerita

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA





Refleksi 1
 1. Bandingkanlah antara karakteristik perencanaan bahasa dengan pembinaan dan pengembangan bahasa!
 2. Jelaskanlah hubungan antara politik bahasa dengan pembinaan dan pengembangan bahasa!

Jawab
1.    Karakteristik perencanaan bahasa yaitu pengetahuan mengenai situasi kebahasaan merupakan   data sosiolinguistik yang akan dievaluasi untuk menentukan jenis masalah apa saja dan dibuatkan rencana kegiatan serta dievaluasi meliputi penerapan sasaran atau tujuan serta penetapan garis haluan untuk mencapai sasaran itu. Sedangkan sedangkan pembinaan dan pengembangan bahasa adalah dilandasi oleh latar belakang teoretik dan emperik tertentu di antaranya adalah kenyataan perkembangan bahasa-bahasa di Indonesia yang untuk keteraturannya telah mendorong lahirnya rumusan politik bahasa nasional yang dicapai melalui seminar politik bahasa nasional yang diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bahasa Indonesia.
2.    Hubngan antara politik bahasa dengan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia  merupakan sebagai bahan rujukan garis haluan operasional pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra di Negara kita.


Refleksi 2
Bagaimanakah persamaan dan perbedaan pandangan antara Moeliono dan Kridalaksana tentang standardisasi bahasa?

Jawab
Mengenai istilah baku dan pembakuan yang digunakan dalam perencanaan bahasa di Indonesia pada dasarnya digunakanuntuk padanan istilah standard dan standardization dan diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi standar dan standardisasi. Persamaan antara kridalaksana dan Moeliono yaitu mereka  menggunakan istilah ini dan setuju dimasukan ke dalam perencanaan bahasa, akan tetapi mereka mempunyai anggapan yang berbeda mengenai makna istilah standard an standadisasi. Kridalaksana beranggapan bahwa standardisasi berbeda dengan pembakuan, standardisasi bisa berupa kata benda dan pembakuan itu kata sifat, sedangkan moeliono berpandangan bahwa standardisasi dan pembakuan itu sama dan tidak ada perbedaan.





Refleksi 3
 1. Jelaskan konsep garis haluan pembinaan dan pengembangan bahasa menurut rumusan Seminar Politik Bahasa Nasional pada tahun 1974/1975 dan rumusan Seminar Politik Bahasa pada tahun 1999!
 2. Bandingkanlah antara hasil Seminar Politik Bahasa Nasional tahun 1975 dan Seminar politik Bahasa tahun 1999 tentang cakupan kegiatan pembinaan dan pengembangan bahasa di Indonesia!

Jawab
1.    Garis haluan pembinaan dan pengembangan yang dimaksud adalah kebijakan nasional yang dijadikan bahan rujukan  yang paling lengkap terarah, dan terencana dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia saat ini.
2.    Pada Seminar 1975 cakupan kegiatan pembinaan dan pengembangan bahasa meliputi pemeliharaan dan pengembangan bahasa-bahasa di Indonesia supaya dapat memenuhi fungsi dan kedudukannya dan juga masalah kesusastraan, karena kesusastaan merupakan faktor penunjang perkembangan bahasa dan kebudayaan yang bersangkutan, sedangkan  pada Seminar 1999 cakupan kegiatannya yang meliputi pengembangan antara lain penelitian, pembakuan, pemeliharaan dan pengembangan bahasa-bahasa di Indonesia supaya dapat memenuhi fungsi dan kedudukannya, serta untuk berbagai keperluan dalam kehidupan masyarakat modern, dan pembinaan yang meliputi peningkatan sikap, pengtahuan, dan keterampilan berbahasa yang dilakukan, antara lain, melalui pengajaran dan pemasyarakatan.   

Tajuk Rencana Kesuksesan Dalam Menulis Sebuah Buku



         Menandai pelaksanaan kegiatan Lastra (Laskar Sasra) 2011, Sabtu (17/12) dalam rangka launching Komunitas Pena Lastra, penulis buku kenamaan asal kota Kendari yang telah meraih best seller yaitu Arham Rasyid melalui bukunya yang beerjudul Jakarta Underkompor yang terjual sampai 10 ribu eksamplar dihadirkan sebagai bintang tamu dalam kegiatan ini. Kegiatan ini diikuti oleh semua mahasiswa Program Studi Bahasa Indonesia FKIP Unhalu. Akan tetapi, meskipun kegiatan ini dilaksanakan dan menghadirkan penulis kenamaan, sebagai simbol kesuksesan dan keberhasilan tertinggi, kegiatan tersebut tidak akan bermakna, kecuali para peserta yang hadir yang notabenya mahasiswa Bahasa Indonesia mampu dan dapat merealisasikan apa yang menjadi pesan dan motivasi dari penulis buku Jakarta Underkompor ini sebagaimana mestinya.
          Arham Kendari begitu ia biasa di sebut, ia menggarisbawahi sekaligus menekankan makna penulisan di sini. Sebab, penulisan itu mencakup aspek yang sangat luas.
Dalam menulis sesuatu, janganlah hanya terpaku atau terbatasi oleh ruang dan  waktu, serta tidak terbebani juga oleh kaidah-kaidah normatif dan kaidah penulisan, hal-hal yang seperti inilah yang menghambat proses penyaluran ide gagasan kita menjadi sebuah tulisan yang utuh. Seperti yang telah disebutkan diatas yaitu tidak terbatas oleh ruang dan waktu, artinya tulisan kita tidak tertampung hanya pada satu tempat, diperlukan adanya jaringan atau koneksi melalui internet agar tulisan yang kita buat di ketahui oleh semua orang yang berada di tempat dan waktu yang berbeda. Dengan cara inilah kita dapat mempublikasikan karya kita dan kemudian menerbitkan buku tersebut, “oleh karena itu menulislah dan terus menulis”, ujar Arham kendari. Akan tetapi,terlepas dari berbagai pernyataan di atas yang menjadi permasalahan yaitu tentang Apakah ukuran kesuksesan seorang penulis karena telah berhasil menerbitkan buku semata? Apakah kesuksesan itu dengan bisa mendatangkan banyak materi?   
Kalau kita ingin dibilang penulis sukses dan eksis, maka kita harus menerbitkan buku. Dengan menerbitkan buku kita akan menikmati beberapa kesuksesan sekaligus. Kepuasan hati dan juga materi. Tidak sesederhana itu menilai sebuah kesuksesan sebagai seorang penulis. Kalau dulu, bisa jadi demikian. Karena tulisan yang diterbitkan dalam bentuk buku, maka keterbacaannya semakin luas. Tujuan seorang penulis menulis tentu saja berharap akan banyak dibaca orang. Semakin banyak yang membaca, semakin sukses. Kesuksesan yang kemudian mendatangkan ketenaran dan materi. Kalau tulisannya diterbitkan dalam bentuk buku. Itulah keuntungannya.
Diluar hal yang menyangkut materi. Pasti, Setiap penulis selalu memiliki keinginan tulisannya dapat dibaca banyak orang. Buku adalah cara yang tepat untuk menyebarluaskan tulisan. Namun, itu berlaku sekian tahun yang lalu. Jaman belum dikenalnya dunia internet. Tapi pada jaman sekarang dengan majunya teknologi internet. Sebuah tulisan dengan mudahnya dapat dibaca orang dalam bentuk online atau blog.
Dengan mudahnya seorang penulis dikenal. Dalam sekejab tulisan dapat banyak dibaca orang. Tanpa repot harus membeli buku. Manfaat yang ada bisa langsung dirasakan. Jadi kesuksesan seorang penulis saat ini. Tidak semata hanya karena sudah menerbitkan buku. Apalagi pada jaman sekarang begitu mudahnya untuk menerbitkan sebuah buku. Cukup sediakan modal atau buat secara berjamaah. Penerbit indie juga banyak sekarang.
Ada kebanggaan tersendiri bila sudah berhasil menerbitkan sebuah buku. Memang tak ada salahnya. Tentu saja membanggakan bila seorang penulis berhasil menerbitkan sebuah buku. Apalagi sampai berbuku-buku. Kemudian banyak mendatangkan materi. Siapa yang tak berharap?
Pada jaman sekarang kesuksesan menjadi seorang penulis. Bukan karena sudah berhasil menerbitkan buku. Tapi selalu ada keinginan untuk konsisten menulis yang bermanfaat. Itulah kesuksesan seorang penulis. Masalah bisa menerbitkan buku kemudian. Itu adalah kesuksesan berikutnya. Jadi bagi kita sebagai penulis yang belum berhasil menerbitkan buku. Tetaplah menulis dan bersemangat. Bagi yang sudah sukses menerbitkan bukunya. Selamat menikmati keberhasilan Anda. Tapi buku bukanlah tujuan akhir sebagai seorang penulis.

Frasa Endosentris


1.    Pengertian Frasa Endosentris
Menurut Oscar (1993), ’frase endosentris adalah frase yang berdistribusi paralel dengan intinya. Inti frase adalah salah satu unsure frase yang jenis katanya sama dengan frase tersebut’. Tidak berbeda jauh dengan Rusmadji, Chaer (2007) menyatakan bahwa ‘frase endosentris adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Artinya, salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya’. Chaer (2009: 40) juga menambahkan bahwa yang dimaksud dengan frase endosentris adalah frasa yang hubungannya sangat erat, sehingga kedua unsurnya tidak dapat dipisahkan sebagai pengisi fungsi sintaksis. Pengertian lain yang serupa diungkapkan oleh Ramlan (1986:146) bahwa frase endosentris adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsur-unsurnya maupun salah satu unsurnya.
Dari definisi frase endosentris yang dikemukakan oleh tiga ahli bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa frase endosentris adalah frase yang mempunyai kesamaan distribusi dengan unsunya, baik keseluruhan unsurnya maupun hanya salah satu unsurnya.
1.    B. Jenis-Jenis Frasa Endosentris
Dalam menetapkan jenis frase endosentris ini, Ramlan, Oscar, dan Ba’dulu memiliki pendapat yang sama. Frase endosentris dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1.    Frase endosentris koordinatif
2.    Frase endosentris atrtibutif
3.    Frase endosentris apositif
Jenis frase endosentris yang terdapat dalam sebuah kalimat dapat diketahui dengan mudah apabila karakter dari masing-masing frase endosentris tersebut telah diketahui.
1.    C. Frase Endosentris Koordinatif
’Hubungan koordinatif adalah hubungan yang menyatakan, bahwa konstituen-konstituen (unsur-unsur) pembentuk satuan yang lebih besar memiliki keudukan yang setara. Hubungan koordinatif yang lazim ditemukan dalam konstruksi frase adalah hubungan yang bersifat penambahan dan pemilihan’ (Putrayasa, 2007:6).
Menurut Oscar (1993), frasa endosentris koordinatif adalah frasa yang intinya mempunyai referensi yang berbeda-beda. Frase ini terdiri atas unsur-unsur yang setara dan kesetaraannya terlihat dari kemungkinan unsur-unsur tersebut itu dihubungkan oleh kata sambung dan atau atau.
Lebih jelas, Ramlan (1986:147) menyatakan bahwa frase endosentris terdiri atas unsur-unsur yang setara dan kesetaraanya itu dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur tersebut dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau.
Contoh:
rumah pekarangan       –    rumah dan pekarangan
suami istri                   –    suami dan istri
dua tiga (hari)           –       dua atau tiga (hari)
belajar atau bekerja
pembinaan dan pengembangan
Contoh lain frase endosentris koordinatif dalam kalimat adalah sebagai berikut:
Paman dan bibi sudah lama tidak megunjungi kami.
Kerbau, lembu, dan kambing adalah hewan piaraan.
Siapa yang harus pergi, saya atau Anda?
Dalam pembahasan frase ini, Oscar (1993) menambahkan bahwa frase yang tidak menggunakan kata penghubung disebut frase parataktis.
Contoh frase parataktis yaitu, hilir mudik, tutur sapa, putih bersih, anak cucu, ibu bapak, besar kecil, dsb.
1.    D. Frase Endosentris Atributif
Frase endosentris atributif (modifitatif) adalah frase yang terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara. Oleh karena itu, frase ini tidak mempunyai potensi untuk dihubungkan dengan kata hubung dan atau atau (Oscar, 1993). Menurut Ba’dulu (2005:58), frasa endosentris atributif hanya mengandung sati inti, yang dapat didahului atau diikuti oleh medifikator. Baik inti maupun modifikator dapat terdiri dari salah satu kelas kata, seperti nomina, verba, , numeralia, ajektiva, atau adverbia.
Contoh:
pembangunan lima tahun
sekolah inpres
buku baru
sedang belajar
sangat bangga
pekarangan luas
pintu merah
dapur kotor
Kata-kata yang dicetak miring dalam frase-frase diatas merupakan UP (unsur pusat), yakni unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan secara semantik merupakan unsur yang terpenting. Dalam frase diatas, kata-kata yang tidak dicetak miring merupakan atribut.
Contoh lain frase endosentris atributif dalam kalimat adalah sebagai berikut:
Anak nakal itu dihukum gurunya.
Sampai sekarang adik belum pulang.
Anak-anak itu akan memancing.
Cita-citanya tinggi sekali.
Hanya saya yang dipersalahkan.
Bukan dia yang menolong temanku itu.
Selalu saya yang ditugasi memimpin upacara.
Wanita itu membeli peniti dua lusin.
Rumah besar itu sudah dijual.
Kata-kata yang bergaris bawah merupakan satu frase endosentris atributif, sedagkan atribut pada frase-frase diatas ditulis miring.
1.    E. Frase Endosentris Apositif
Frasa endosenttris apositif merupakan frasa yang berinti dua dan kedua inti itu tidak mempunyai referen yang sama, sehingga kedua inti tersebut tidak dapat dihubungkan oleh konektor (Ba’dulu 2005:59). Putrayasa (2007:8) menyatakan bahwa hubungan apositif adalah hubungan yang menjelaskan sekaligus dapat berperan sebagai pengganti bagian yang dijelaskan. Oscar (1993) menambahkan bahwa unsur-unsur frase ini tidak  dapat dihubungkan dengan kata dan atau atau dan secara semantis unsur yang satu sama dengan yang lainnya.
Contoh:
Yogya, kota pelajar
Indonesia, tanah airku
Bapak Soeharto, Presiden RI
Kami, rakyat Indonesia
Ali, tetangga saya
Contoh lain frase endosentris apositif dalam kalimat adalah sebagai berikut:
Ahmad, anak Pak Sastro itu sedang belajar.
Si Inem, pelayan seksi itu dimarahi majikannya.
Semeru, gunung tertinggi di Pulau Jawa, akan meletus.
Kita, orang awam ini tidak perlu campur tangan urusan negeri.
Kita, Bangsa Indonesia terkenal ramah tamah.
1.    F. Perluasan dengan Aposisi
Pada pembahasan frase endosentris apositif, contoh frase yang digunakan adalah aposisi subjek. Memang penggunaan frase endosentrtis apositif pada umumnya seperti contoh diatas. Namun, menurut Putrayasa (2009:24), perluasan aposisi tidak hanya terdapat pada subjek saja, tetapi juga pada predikat dan objek. Berikut ini adalah contoh aposisi subjek, aposisi predikat, dan aposisi objek.
1.    Contoh aposisi subjek
a)      Made Ayu, putri tunggalnya sudah lulus ujian bidan.
b)      Tanaka, Perdana Menteri Jepang, pernah berkunjung ke Indonesia.
c)      Rudy Hartono, pemegang supremasi bulu tangkis tingkat internasional, pernah menjadi pemain film.
2.   Contoh aposisi predikat
Bala bantuannya tiga kompi, pasuka gerak cepat dipimpin seorang kapten. (P= kata bilangan)
3.   Contoh aposisi objek
Jawaban kilat itu dikirimkan kepada nahkoda, seorang nelayan tua itu. (Aposisi objek berkepentingan)

FILOLOGI DAN FOLKLOR



A.    FILOLOGI
Filologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani “philos” yang berarti “cinta” dan logos ” yang diartikan kata. Pada kata “filologi” kedua kata itu membentuk arti “cinta kata” atau “senang bertutur”. Arti ini kemudian berkembang menjadi “senang belajar” atau “senang kebudayaan”. Pengkajian filologi pun selanjutnya membatasi diri pada penelitian hasil kebudayaan masyarakat lama yang berupa tulisan dalam naskah (lazim disebut teks).
Filologi ialah suatu ilmu yang obyek penelitiannya naskah-naskah lama. Yang dimaksudkan dengan naskah di sini, ialah semua peninggalan tertulis nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan. Tulisan tangan pada kertas itu biasanya dipakai pada naskah-naskah yang berbahasa Melayu dan yang berbahasa Jawa; lontar bnyak dipakai pada naskah-naskah berbahasa Jawa dan Bali dan kulit kayu dan rotan biasa digunakan pada naskah-naskah berbahasa Batak. Dalam bahasa Inggris naskah-naskah ini disebut “manuscript” dan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah “handschrift”. Hal ini perlu dijeaskan untuk membedakan peninggalan tertulis pada batu. Batu yang mempunyai tulisan itu biasa disebut piagam, batu bersurat, atau inskripsi. Dan ilmu dalam bidang tulisan batu itu disebut epigrafi.
Mengingat bahan naskah seperti di atas, jelaslah, bahwa naskah itu tidak dapat bertahan beratus-ratus tahun tanpa pemeliharaan yang cermat dan perawatan yang khusus. Pemeliharaan naskah agar tidak cepat rusak, antara lain : mengatur suhu udara tempat naskah itu disimpan, sehingga tidak cepat lapuk, melapisi kertas-kertas yang sudah lapuk dengan kertas yang khusus sehingga kuat kembali, dan menyemprot naskah-naskah itu dalam jangka waktu tertentu dengan bahan kimia yang dapat membunuh bubuk-bubuk yang memakan kertas itu.
Semua naskah itu dianggap sebagai hasil sastra lama dan isi naskah itu bermacam-macam. Ada yang sebetulnya tidak dapat digolongkan dalam karya sastra, seperti undang-undang, adat-istiadat, cara-cara membuat obat, dan cara membuat rumah. Sebagian besar dapat digolongkan dalam karya sastra, dalam pengertian khusus, seperti cerita-cerita dongeng, hikayat, cerita binatang, pantun, syair, gurindam, dsb. Ituah sebabnya pengertian filologi diidentikkan dengan sastra lama.


Filologi terbagi atas dua bagian yaitu sebagai berikut :
1.    Kodikologi
          Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’. Sri Wulan Rujiati Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam bahasa Latin menunjukkan hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya kata itu berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai bahasa dipakai untuk menunjukkan suatu karya klasik dalam bentuk naskah.
          kodikologi adalah satu bidang ilmu yang biasanya bekerja bareng dengan bidang ilmu ini. Kalau filologi mengkhususkan pada pemahaman isi teks/kandungan teks, kodikologi khusus membahas seluk-beluk dan segala aspek sejarah naskah. Dari bahan naskah, tempat penulisan, perkiraan penulis naskah, jenis dan asal kertas, bentuk dan asal cap kertas, jenis tulisan, gambar/ilustrasi, hiasan/illuminasi, dan lain-lain. Nah, tugas kodikologi selanjutnya adalah mengetahui sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, meneliti tempat2 naskah sebenarnya, menyusun katalog, nyusun daftar katalog naskah, menyusuri perdagangan naskah, sampai pada penggunaan naskah-naskah itu (Dain dalam SriWulanRujiatiMulyadi,1994:2–3).

2.    Tekstologi
          Tekstologi merupakan bagian dari ilmu filologi yang mempelajari seluk-beluk teks, terutama menelaah yang berhubungan dengan penjelmaan dan penurunan sebuah teks sebagai sebuah teks karya sastra, dari mulai naskah otograf (teks bersih yang ditulis pengarang) sampai pada naskah apograf (teks salinan bersih oleh orang-orang lain), proses terjadinya teks, penafsiran, dan pemahamannya.
          Dengan menyelidiki sejarah teks suatu karya.Data yang terdiri dari karakter-karakter yang menyatakan kata-kata atau lambang-lambang untukberkomunikasi oleh manusia dalam bentuk tulisan.

B.    FOLKLOR

Folklor terdiri atas dua kata, yaitu folk dan lore. Folk berarti kolektif, dan lore artinya adat. Menurut Danandjaja folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antar lain: warna kulit yang sama, bahasa yang sama, bentuk rambut yang sama, mata yang sama, taraf pendidikan byang sana, dan agama yang sama. Lore adalah tradisi yang diwariskan turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Dundes dalam Danandjaja,1994 : 1). Folklor sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turuntemurun diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk, lisan mupum contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu paengingat (Danandjaja, 1992 :2).
    Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa folklor dimiliki oleh suat kolektif masyarakat. Selain itu folklor yang diwariskan turun temurun secara lisan (mulut- kemulut) dalam suatu kolektif masyarakat yang mempunyai cerita berbeda-beda diantara satu daerah dengan daerah lain.
    Folklor meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok. Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai tradisi budaya. Bidang studi yang mempelajari folklor disebut folkloristika. Istilah filklor berasal dari bahasa Inggris, folklore, yang pertama kali dikemukakan oleh sejarawan Inggris William Thoms dalam sebuah surat yang diterbitkan oleh London Journal pada tahun 1846.[1] Folklor berkaitan erat dengan mitologi.
1.    Ciri-ciri Folklor
Kedudukan folklor dengan kebudayaan lainnya tentu saja berbeda, karena folklor memiliki karakteristik atau ciri tersendiri. Menurut pendapat Danandjaja (1997: 3), ciri-ciri pengenal utama pada folklor bisa dirumuskan sebagai berikut:
o    Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut.
o    Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
o    Folklor ada (exis) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (interpolation).
o    Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.
o    Folkor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola, dan selalu menggunakan kata-kata klise.
o    Folklor mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
o    Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika umum. Ciri pengenalan ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
o    Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
o    Folklor pada umumnya bersifar polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manisfestasinya.
2. Jenis-jenis Folklor
      2.1 Folklor lisan
Menurut pendapat Rusyana (1976) folklor lisan atau sastra lisan mempunyai kemungkinan untuk berperanan sebagai kekayaan budaya khususnya kekayaan sastra; sebagai modal apresiasi sastra sebab sastra lisan telah membimbing anggota masyarakat ke arah apresiasi dan pemahaman gagasan dan peristiwa puitik berdasarkan praktek yang telah menjadi tradisi selama berabad-abad; sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat dalam arti ciptaan yang berdasarkan sastra lisan akan lebih mudah digauli sebab ada unsurnya yang sudah dikenal oleh masyarakat. Sastra lisan terdiri dari beberapa bagian yaitu :
a. Prosa Lama
Adapun bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah :
•    Hikayat berasal dari India dan Arab, berisikan cerita kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan, serta raja-raja yang memiliki kekuatan gaib. Kesaktian dan kekuatan luar biasa yang dimiliki seseorang, yang diceritakan dalam hikayat kadang tidak masuk akal. Namun dalam hikayat banyak mengambil tokoh-tokoh dalam sejarah. Contoh: Hikayat Hang Tuah.
•    Sejarah (tambo) adalah salah satu bentuk prosa lama yang isi ceritanya diambil dari suatu peristiwa sejarah. Cerita yang diungkapkan dalam sejarah bisa dibuktikan dengan fakta. Selain berisikan peristiwa sejarah, juga berisikan silsilah raja-raja. Sejarah yang berisikan silsilah raja ini ditulis oleh para sastrawan masyarakat lama. Contoh: Sejarah Melayu karya datuk Bendahara Paduka Raja alias Tun Sri Lanang yang ditulis tahun 1612.
•    Kisah adalah cerita tentang cerita perjalanan atau pelayaran seseorang dari suatu tempat ke tempat lain. Contoh: Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Kelantan, Kisah Abdullah ke Jedah.
•    Dongeng adalah suatu cerita yang bersifat khayal.
Dongeng sendiri banyak ragamnya, yaitu sebagai berikut:
a.    Fabel adalah cerita lama yang menokohkan binatang sebagai lambang pengajaran moral (biasa pula disebut sebagai cerita binatang). Beberapa contoh fabel, adalah: Kancil dengan Buaya
b.    Mite (Mitos) adalah cerita-cerita yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap sesuatu benda atau hal yang dipercayai mempuyai kekuatan gaib. Contoh-contoh sastra lama yang termasuk jenis mitos, adalah: Nyai Roro Kidul.
c.    Legenda adalah cerita lama yang mengisahkan tentang riwayat terjadinya suatu tempat atau wilayah. Contoh: Legenda Banyuwangi,.
d.    Sage adalah cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan keberanian, kepahlawanan, kesaktian dan keajaiban seseorang. Beberapa contoh sage, adalah: Calon Arang.
e.    Parabel adalah cerita rekaan yang menggambarkan sikap moral atau keagamaan dengan menggunakan ibarat atau perbandingan. Contoh: Kisah Para Nabi.
f.    Dongeng jenaka adalah cerita tentang tingkah laku orang bodoh, malas, atau cerdik dan masing-masing dilukiskan secara humor. Contoh: Pak Pandir.
g.    Cerita berbingkai adalah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam.
•    Bidal, adalah cara berbicara dengan menggunakan bahasa kias.  Bidal adalah salah satu bentuk puisi lama atau puisi melayu.sekarang bidal diartikan sebagai pribahasa atau pepatah yang mengandung nasehat,peringatan,sindiran
Bidal adalah suatu jenis peribahasa yang memiliki arti lugas,memiliki irama dan rima sehingga sering digolongkan kedalam bentuk puisi.
Bidal biasanya berupa kalimat singkat yang memiliki makna khiasan atau figuratiaf yang  bertujuan  menangkis dan menyindir.
 Bidal terdiri dari beberapa macam, yaitu :
a.    Pepatah adalah suatu peribahasa yang mengunakan bahasa kias dengan maksud mematahkan ucapan orang lain atau untuk menasehati orang lain.Contoh: Malu bertanya sesat di jalan.
b.    Tamsil (ibarat) adalah suatu peribahasa yang berusaha memberikan penjelasan dengan perumpamaan dengan maksud menyindir, menasihati, atau memperingatkan seseorang dari sesuatu yang dianggap tidak benar.Contoh: Tua-tua keladi.
c.    Perumpamaan adalah suatu peribahasa yang digunakan seseorang dengan cara membandingkan suatu keadaan atau tingkah laku seseorang dengan keadaan alam,benda, atau makhluk alam semesta. Contoh: Seperti anjing makan tulang.
d.    Pemeo adalah suatu peribahasa yang digunakan untuk berolok-olok, menyindir atau mengejek seseorang atau suatu keadaan. Contoh : Ladang Padang.
b. Puisi Lama
Sajak atau puisi rakyat adalah kesustraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terjadi dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkan mantra, ada yang berdasarkan panjang pendek suku kata, lemah tekanan suara, atau hanya berdsarkan irama (Danandjaja, 1997: 46).
•    Lagu-lagu Daerah, yaitu syair-syair yang dinyanyikan atau ditembangkan dengan irama yang indah dan menarik. Seperti: kagu-kagu gondang, lagu-lagu calung, lagu-lagu celempungan.
•    Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.
                Contohnya :
          Assalammu’alaikum putri satulung besar
               Yang beralun berilir simayang
          Mari kecil, kemari
          Aku menyanggul rambutmu
                               Aku membawa sadap gading
                        Akan membasuh mukamu
•    Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)
                                      Contoh :
                   Kurang pikir kurang siasat (a)
                   Tentu dirimu akan tersesat (a)

                   Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
                   Bagai rumah tiada bertiang ( b )


                   Jika suami tiada berhati lurus ( c )
                   Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
•    Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab. Sekarang sudah menyebar ke seluruh Nusantara bersama dengan kedatangan Islam. Syair berasal dari bahasa Arab syur’ur yang berarti perasaan. Kata syu’ur berkembang menjadi kata syi’ru yang berarti puisi dalam pengertian umum. Karna terus mengalami perubahan dan di modifikasi sehingga menjadi khas melayu .
•   
                          Contohnya :
                  Pada zaman dahulu kala (a)
                  Tersebutlah sebuah cerita (a)
                  Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
                  Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)

•    Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan dan dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan. Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b (tidak boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Jadi Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.
                          Contoh :
           Ada pepaya ada mentimun (a)
           Ada mangga ada salak (b)
           Daripada duduk melamun (a)
           Mari kita membaca sajak (b)

•    Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.
Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.
Jadi :
Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d

                      Contoh :
               Kalau anak pergi ke pekan
               Yu beli belanak pun beli sampiran
               Ikan panjang beli dahulu

c. Drama Lama
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang
kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar
biasa, dan lain sebagainya.
Dalam kebudayaan Indonesia kita mengenal berbagai macam drama yang
merupakan drama klasik atau bisa disebut juga drama tradisional, seperti wayang
orang, ludruk, ketoprak dan lenong.

1.    Ludruk
2.    Wayang
3.    Wayang Wong (wayang orang) 

1.    Folklor Setengah Lisan
o    Kepercayaan dan takhayul
o    Permainan (kaulinan) rakyat dan hiburan-hiburan rakyat
o    Drama rakyat Seperti: wayang golek, sandiwara, reog, calung, longser, banjet, ubrug, dll.
o    Tari Seperti: tari tayub, tari keurseus, tari ronggeng gunung, tari topeng, dll.
o    Adat atau tradisi
Contohnya: tradisi upacara menanam padi.
o    Pesta-pesta rakyat.
Contohnya: pesta rakyat kawaluan Baduy.
Folklor Bukan Lisan
          Folklor bukan lisan dapat dibagi menjadi dua golongan/bagian, yaitu: Folklor yang materiil, dan Folklor yang bukan materiil
    Folklor Materiil
o    Arsitektur rakyat. Seperti: bentuk julang ngapak, tagog anjing, sontog, duduk jandela, dll.
o    Seni kerajinan tangan. Seperti: seni batik, anyaman, patung, ukiran, bangunan, dll.
o    Pakaian dan perhiasan. Seperti: Kebaya, baju kampret, totopong, bendo, pendok, giwang, penitik, kalung, gengge, siger, mahkuta, kelom geulis, payung, dll.
o    Obat-obat rakyat. Seperti: jamu-jamuan, daun-daunan, kulit pohon, buah, getah, dan jampe-jampe.
o    Makanan dan minuman. Seperti: awug, tumpeng, puncakmanik, dupi, lontong, ketupat, angleng, wajit, dodol, kolotong, opak, ranginang, ulen, liwet, kueh cuhcur, surabi, bakakak, dadar gulung, aliagrem, dan minuman: lahang, wedang, bajigur, bandrek, dll.
o    Alat-alat musik. Seperti: kacapi, suling, angklung, calung, dogdog, kendang, gambang, rebab, celempung, terebang, tarompet, dll.
o    Peralatan dan senjata. Seperti: rumah tanga; nyiru, dingkul, ayakan, sirib, dulang, dll. Alat pertanian: pacul, parang, wuluku, garu, caplakan, kored, congrang, patik, dekol, balicong, bedog, peso raut, peso rajang, arit, dll. Senjata: tombak, paser, ketepel, sumpit, badi, keris, dll.
o    Mainan. Seperti: ucing sumput, pris-prisan, engkle-engklean, sondah, sapintrong, congklak, damdaman, kasti, langlayangan, papanggalan, luncat galah, kukudaan, dll.
    Folklor Bukan Materil
o    Bahasa isyarat (gesture) Seperti: bersiul, mengacungkan jempol, mengedipkan mata, melambaikan tangan, mengangguk, menggeleng, mengepalkan tangan, dll.
o    Laras musik Seperti: laras salendro, laras pelog, laras dedegungan, laras madenda, dll.
2.    Fungsi Folklor
     Folklor mempunyai fungsi untuk mendukung berbagai kegiatan dilingkungan masyarakat. Kedudukan atau fungsi folklor yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat ini dapat dilihat dalam Tradisi Sya’banan di Dusun Pringtutul Desa Kalisabuk Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap. Pada dasarnya fungsi dari acara ini antara lain sebagai media silaturahmi untuk mensucikan diri dari kesalahan yang telah diperbuat terhadap orang lain dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.

1.    Puisi Lama

Puisi lama adalah puisi yang banyak terikat oleh aturan-aturan. Aturan-aturan itu antara lain jumlah baris dalam 1 bait, jumlah kata dalam 1 baris, persjakan, banyaknya suku kata tiap baris  maupun irama.
Ciri-ciri puisi lama yaitu : 
1.    Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
2.    Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
3.    Sangat terikat oleh atura-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun irama.
Jenis – jenis puisi lama adalah :
1.    Mantra
Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Ciri – ciri mantra yaitu :
1.    Berirama akhiran abc-abc,abcd-abcd, abcde-abcde.
2.    Bersifat lisan, sakti atau magis.
3.    Adanya perulangan.
4.    Metafora merupakan unsur penting.
5.    Bersifat esoferik (bahasa khusus antra pembicara   dan    lawan    bicara) dan misterius.
Contohnya :
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir semayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
2.    Pantun
Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-ba-b, tiap bait terdiri 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama atau nasihat, teka-teki, jenaka.
Ciri – ciri pantun yaitu :
1.    Setiap bait terdiri atas empat baris.
2.    Setiap baris terdiri dari 4 kata (8 sampai 12 suku kata).
3.    Rimanya a b a b atau bersajak silang.
4.    Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi.
Contohnya :
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukkan ke dalam hati
3.    Karmina
Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Ciri – ciri karmina yaitu :
1.    Setiap bait merupakan bagian dari keseluruhan.
2.    Bersajak aa-aa, aa-bb.
3.    Tidak  memiliki sampiran, hanya memiliki isi.
4.    Semua baris diawali huruf capital
5.    Semua baris diakhiri koma, kecuali baris ke-4 diakhiri tanda titik.
Contohnya :
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
4.    Seloka
Seloka adalah pantun berkait.
Ciri – ciri seloka yaitu :
1.    Ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair,
2.    Namun ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris,
 Contohnya :
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hari tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
5.    Gurindam
Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
Ciri – ciri gurindam yaitu :
1.    Terdiri atas dua baris.
2.    Berima akhir a a.
3.    Baris pertama merupakan syarat, baris kedua berisi akibat  dari apa yang disebut pada baris pertama.
4.    Kebanyakan isinya mengenai nasihat dan sindiran.
Contohnya :
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang (b)
Bagai rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tiada berhati lurus (c)
Istri pun kelak menjadi kurus (c)
6.    Syair
Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
Ciri – ciri syair yaitu :
1.    Setiap bait terdiri dari empat baris.
2.    Setiap baris terdiri atas 3-4 kata.
3.    Rimanya a a a a atau bersajak lurus.
4.    Tidak ada sampiran, semua merupakan isi syair.
5.    Isi syair merupakan kisah atau cerita.
Contohnya :
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
7.    Talibun
Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6,8 ataupun 10 baris.
Ciri – ciri talibun yaitu :
1.     Jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap  misalnya, 6,8,10 dan seterusnya.
2.    Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
3.    Apabila enam baris sajaknya a-b-c-a-b-c.
4.    Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a-b-c-d-a-b-c-d

contohnya :
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
        Kalau anak pergi berjalan
        Ibu cari sanak pun cari isi
        Induk semang cari dahulu

2.    Prosa Lama
Prosa lama merupakan karya sastra yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat. Karya sastra prosa lama yang mula-mula timbul disampaikan secara lisan, disebabkan karena belum dikenalnya bentuk tulisan. Setelah agama dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia, masyarakat menjadi akrab dengan tulisan, dan bentuk tulisan pun mulai banyak dikenal. Sejak itulah sastra tulisan mulai dikenal dan sejak itu pulalah babak-babak sastra pertama dalam rentetan sejarah sastra Indonesia mulai ada.
Adapun bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah :
1.    Hikayat, berasal dari India dan Arab, berisikan cerita kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan, serta raja-raja yang memiliki kekuatan gaib. Kesaktian dan kekuatan luar biasa yang dimiliki seseorang, yang diceritakan dalam hikayat kadang tidak masuk akal. Namun dalam hikayat banyak mengambil tokoh-tokoh dalam sejarah.
Contoh: Hikayat Hang Tuah, Kabayan, Si Pitung, Hikayat Si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Sang Boma, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Raja Budiman.     
2.    Sejarah (tambo), adalah salah satu bentuk prosa lama yang isi ceritanya diambil dari suatu peristiwa sejarah. Cerita yang diungkapkan dalam sejarah bisa dibuktikan dengan fakta. Selain berisikan peristiwa sejarah, juga berisikan silsilah raja-raja. Sejarah yang berisikan silsilah raja ini ditulis oleh para sastrawan masyarakat lama.
Contoh: Sejarah Melayu karya datuk Bendahara Paduka Raja alias Tun Sri Lanang yang ditulis tahun 1612.
3.    Kisah, adalah cerita tentang cerita perjalanan atau pelayaran seseorang dari suatu tempat ke tempat lain.
Contoh: Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Kelantan, Kisah Abdullah ke Jedah.
4.    Dongeng, adalah suatu cerita yang bersifat khayal. Dongeng sendiri banyak ragamnya,  yaitu sebagai berikut :
    Fabel, adalah cerita lama yang menokohkan binatang sebagai lambang pengajaran   moral (biasa pula disebut sebagai cerita binatang).
Beberapa contoh fabel, adalah: Kancil dengan Buaya, Kancil dengan Harimau, Hikayat Pelanduk Jenaka, Kancil dengan Lembu, Burung Gagak dan Serigala, Burung Bangau dengan Ketam, Siput dan Burung Centawi, dll.
    Mite (Mitos), adalah cerita-cerita yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap sesuatu benda atau hal yang dipercayai mempuyai kekuatan gaib.
Contoh-contoh sastra lama yang termasuk jenis mitos, adalah: Nyai Roro Kidul, Ki Ageng Selo, Dongeng tentang Gerhana, Dongeng tentang Terjadinya Padi, Harimau Jadi-Jadian, Puntianak, Kelambai, dll.
    Legenda, adalah cerita lama yang mengisahkan tentang riwayat terjadinya suatu tempat atau wilayah.
Contoh: Legenda Banyuwangi, Tangkuban Perahu, dll.
    Sage, adalah cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan keberanian, kepahlawanan, kesaktian dan keajaiban seseorang.
Beberapa contoh sage, adalah: Calon Arang, Ciung Wanara, Airlangga, Panji, Smaradahana, dll.
    Parabel, adalah cerita rekaan yang menggambarkan sikap moral atau keagamaan dengan menggunakan ibarat atau perbandingan.
Contoh: Kisah Para Nabi, Hikayat Bayan Budiman, Mahabarata, Bhagawagita, dll.
    Dongeng jenaka, adalah cerita tentang tingkah laku orang bodoh, malas, atau cerdik dan masing-masing dilukiskan secara humor.
Contoh: Pak Pandir, Lebai Malang, Pak Belalang, Abu Nawas, dll.
5.    Cerita berbingkai, adalah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya.
Contoh: Seribu Satu Malam.
6.    Kisah
Karya sastra lama yang berisikan cerita tentang cerita perjalanan atau pelayaran seseorang dari suatu tempat ke tempat lain. Contoh kisah dalam karya sastra lama, antara lain:
a.    Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Kelanta.
b.    Kisah Abdullah ke Jedah.

3.    Drama Lama / Drama Klasik
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang
kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar
biasa, dan lain sebagainya.
Dalam kebudayaan Indonesia kita mengenal berbagai macam drama yang
merupakan drama klasik atau bisa disebut juga drama tradisional, seperti wayang
orang, ludruk, ketoprak dan lenong.
a.    Ludruk
Ludruk merupakan teater tradisional yang bersifat kerakyatan di daerah Jawa Timur, berasal dari daerah Jombang. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran. Dalam perkembangannya ludruk menyebar ke daerah-daerah sebelah barat seperti karesidenan Madiun, Kediri, dan sampai ke Jawa Tengah. Ciri-ciri bahasa dialek Jawa Timuran tetap terbawa meskipun semakin ke barat makin luntur menjadi bahasa Jawa setempat. Peralatan musik daerah yang digunakan, ialah kendang, cimplung, jidor dan gambang dan sering ditambah tergantung pada kemampuan grup yang memainkan ludruk tersebut. Dan lagu-lagu (gending) yang digunakan, yaitu Parianyar, Beskalan, Kaloagan, Jula-juli, Samirah, Junian.
Pemain ludruk semuanya adalah pria. Untuk peran wanitapun dimainkan oleh pria. Hal ini merupakan ciri khusus ludruk. Padahal sebenarnya hampir seluruh teater rakyat di berbagai tempat, pemainnya selalu pria (randai, dulmuluk, mamanda, ketoprak), karena pada zaman itu wanita tidak diperkenankan muncul di depan umum.
b.    Wayang
Wayang merupakan suatu bentuk teater tradisional yang sangat tua, dan dapat ditelusuri bagaimana asal muasalnya. Dalam menelusuri sejak kapan ada pertunjukan wayang di Jawa, dapat kita temukan berbagai prasasti pada Zaman Raja Jawa, antara lain pada masa Raja Balitung. Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk adanya pertunjukan Wayang seperti yang terdapat pada Prasasti Balitung dengan tahun 907 Masehi. Prasasti tersebut mewartakan bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang.
Petunjuk semacam itu juga ditemukan dalam sebuah kakawin Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa, pada Zaman Raja Airlangga dalam abad ke-11. Oleh karenanya pertunjukan wayang dianggap kesenian tradisi yang sangat tua. Sedangkan bentuk wayang pada zaman itu belum jelas tergambar model pementasannya.
Awal mula adanya wayang, yaitu saat Prabu Jayabaya bertakhta di Mamonang pada tahun 930. Sang Prabu ingin mengabadikan wajah para leluhurnya dalam bentuk gambar yang kemudian dinamakan Wayang Purwa. Dalam gambaran itu diinginkan wajah para dewa dan manusia Zaman Purba. Pada mulanya hanya digambar di dalam rontal (daun tal). Orang sering menyebutnya daun lontar. Kemudian berkembang menjadi wayang kulit sebagaimana dikenal sekarang.
c.    Wayang Wong (wayang orang)
Wayang Wong dalam bahasa Indonesia artinya wayang orang, yaitu pertunjukan wayang kulit, tetapi dimainkan oleh orang. Wayang wong adalah bentuk teater tradisional Jawa yang berasal dari Wayang Kulit yang dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan oleh orang, lengkap dengan menari dan menyanyi, seperti pada umumnya teater tradisional dan tidak memakai topeng. Pertunjukan wayang orang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada juga pertunjukan wayang orang (terutama di Cirebon) tetapi tidak begitu populer. Lahirnya Wayang Orang, dapat diduga dari keinginan para seniman untuk keperluan pengembangan wujud bentuk Wayang Kulit yang dapat dimainkan oleh orang. Wayang yang dipertunjukan dengan orang sebagai wujud dari wayang kulit -hingga tidak muncul dalang yang memainkan, tetapi dapat dilakukan oleh para pemainnya sendiri. Sedangkan wujud pergelarannya berbentuk drama, tari dan musik.
Wayang orang dapat dikatakan masuk kelompok seni teater tradisional, karena tokoh-tokoh dalam cerita dimainkan oleh para pelaku (pemain). Sang Dalang bertindak sebagai pengatur laku dan tidak muncul dalam pertunjukan. Di Madura, terdapat pertunjukan wayang orang yang agak berbeda, karena masih menggunakan topeng dan menggunakan dalang seperti pada wayang kulit. Sang dalang masih terlihat meskipun tidak seperti dalam pertunjukan wayang kulit. Sang Dalang ditempatkan dibalik layar penyekat dengan diberi lubang untuk mengikuti gerak pemain di depan layar penyekat. Sang Dalang masih mendalang dalam pengertian semua ucapan pemain dilakukan oleh Sang Dalang karena para pemain memakai topeng. Para pemain di sini hanya menggerakgerakan badan atau tangan untuk mengimbangi ucapan yang dilakukan oleh Sang Dalang. Para pemain harus pandai menari. Pertunjukan ini di Madura dinamakan topeng dalang. Semua pemain topeng dalang memakai topeng dan para pemain tidak mengucapkan dialog.
•    Unsur- unsur drama
Drama dilihat dari dua unsur dimensi yaitu dimensi sastra dan dimensi pertunjukan.
a)    Dalam dimensi sastra memiliki dua unsur yaitu Unsur intrinsik dan unsure ekstrinsik.
•    Unsur ekstrinsik  yaitu :
-    Tema ( ide pokok yang ingin disampaikan dari sebuahg cerita yang di tampilkan )
-    Alur ( rangkaian cerita/ jalan cerita dari sebuah pementasan )
-    Tokoh/ penokohan ( karakter tokoh dalam suatu cerita )
-    Latar / setting ( latar tempat,waktu dan keadaan )
-    Amanat ( pesan atau nilai-nilai yang terkadum dalam cerita tersebut )
•    Unsur ekstrinsik
-    Nilai sosil budaya dari pementasan
-    Nilai relijius / nilai agama
b)    Dalam dimensi pertunjukan memiliki unsure ekstrinsik.
•    Unsur intrinsik seperti, Property,Sutradara ,Panggung, penonton













RANGKUMAN
SASTRA DAERAH


Bab I  PENGERTIAN FILOLOGI

Filologi adalah suatu pengetahuan  tentang satra-sastra dalam  yang luas yang mencakup  bidang kebbahasaan, kesastraan dan kebudayaan.
1.1    Secara Etimologi Filologi berrsala dari  kata yunanni  philos  yang berrarti ‘cinta’  dan kata  logos yang berarti  ‘kata’. Pada kata folologi, kedua kata tersebut  membentuk kata arti  ‘cinta kata’ atau ‘senang bertutur.

1.2     Filologi sebagai istilah mempunyai  beberapa arti sebagai berikut :
a)    filologi sudah dipakai sejak abad ke-3 S.M. Oleh karena luasnya  jangkauan isi teks  klasik maka filologi juga berarti ilmu pengetahuan  tentang segala  sesuatu yang perna diketahui orang.
b)    filologi perna dipandang  sebagai sastra secara ilmiah.ari ini muncul ketika  teks-teks yang dikaji itu berupa karya sastra yang bernilai  sastra tinggi  ialah karya-karya humeros.
c)    filologi dipakai juga sebagai  istilah untuk menyebut studi  bahasa atau ilmu bahasa. Istilah filologi yang dalam arti  studi teks, suatu studi yang melakukan  kegiatannya dengan mengadakan  kritik terhadap  teksatau kritik teks.  Dalam pengertian ini, filolpgi dikenal sebagai  studi tentang seluk beluk teks.
d)    Dalam perkembangan yang mutakhir filologi memandang perbedaan  yang ada dalam berbagai  naskah sebagai suatu  ciptaan dan  menitikberatkan kerjanya pada perbedaan –perbedaan  tersebut serta memandangnya  justru sebagai alternative yang positif.
1.3    objek filologi
1.3.1 Filologi mempunyai  objjek naskah dan teks.
Filologi berusaha mengungkapkan  hasil budaya suatu bangsa melalui kajian bahasa  pada peninggalan dalam bentuk  tulisan. Dalam filologi istilah tekls menunjukan pengertian  sebagai suatu yang abstrak, sedang naskah merupakan sesuatu yang  konkret. Pemahaman terhadapteks klasik  hanya dapat dilakukan  lewat naskah yang  merupakan  alat penyimpanannya.
Naskah yang menjadi sasaran kerja filolgi dipandang sebagai hasil budaya yang berupa cipta sastra. Naskah itu dipandang sebagai  cipta sastra karena teks yang terdapat dalam naskah itu merupakan suatu keutuhan dan mengungkapkan pesan-pesan  yang terbaca didalam  teks. Penyebutan “klasik” pada teks-teks sastra nusantara  hakikatnya berkenaan dengan  masalah waktu. Bagi sastra klasik di Indonesia, penetapan waktu yang menunjukan  keklasikannya bersipat tidak  pasti. Melalui penggarapan naskah, filologi mengkaji teks klasik dengan tujuan mengenalinya sesempurna-sesempurnanya dan selanjutnya menempatkanny dalam keseluruhan sejarah  suatu bangsa.

1.3.2 tempat penyimpanan naskah
Naskah biasanya disimpan pada berbagai catalog di perpustakaan dan museum yang terdapat di berbagai Negara.

1.4 Tujuan filologi
 filologi mengkaji teks klasik dengan tujuan  mengenalinya sesempurna-sempurnanya dan selanjutnya manempatkannya dalam keseluruhan sejara suatu bangsa.
1.4.1  tujuan umum filologi
a)    . memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa melalui hasil sastranya,baik lisan maupun tulisan.
b)    memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya.
c)    menggungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternative pengembangan kebudayaan.
1.4.2 Tujuan khusus filologi
a)    menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya.
b)    mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya.
c)    Mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun penehnaannya.




Bab II KEDUDUKAN FILOLOGI DI ANTARA ILMU-ILMU LAIN

Jika kita memperhatikan kedudukan filologi di antara ilmu-ilmu lain yang erat hubungannya dengan objek penelitian filologi, maka tampak adanya hubungan timbal balik, saling membutuhkan. Untuk kepentingan tertentu, filologi memandang ilmu-ilmu yang lain sebagai ilmu bantunya, sebaliknya ilmu-ilmu yang lain, juga untuk kepentingan tertentu memandang filologi sebagai ilmu bantunya. Di bawah ini di kemukakan ilmu-ilmu yang dipandang sebagai ilmu bantu filologi dan ilmu-ilmu yang memandang filologi sebagai ilmu bantunya.
      2.1 Ilmu bantu filologi

2.1.1 Linguistik

    Ada beberapa cabang linguistik yang dipandang dapat membantu filologi, antara lain, yaitu etimologi, sosiolinguistik, dan stilistika. Etimologi, ilmu yang mempelajari asal-usul dan sejarah kata, telah lama menarik perhatian ahli filologi. Hampir dapat dikatakan bahwa pada setiap pengkajian bahasa teks, selalu ada yang bersifat etimologis. Hal ini mudah dimengerti karena bahasa-bahasa di Nusantara banyak mengandung kata serapan dari bahasa asing, yang dalam perjalanan hidupnya mengalami perubahan bentuk dan kadang juga perubahan arti. Itulah sebabnya maka kata-kata  semacam itu, untuk pemahaman teks, perlu dikaji sejarahnya. Pengkajian perubahan bentuk dan makna kata menuntut pengetahuan tentang fonologi, morfologi, dan semantik, yaitu ilmu-ilmu yang mempelajari bunyi bahasa, pembentukan kata, dan makna kata. Ketiganya juga termasuk linguistik. 
Sosiolinguistik, sebagai cabang lingiuistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku masyarakat, sangat bermanfaat untuk menekuni bahasa teks, misalnya ada tidaknya unda usuk bahasa, ragam bahasa, alih kode yang erat kaitannya dengan konvensi masyarakat pemakai bahasa. Hasil kajian seperti ini diharapkan dapat membantu pengungkapan keadaan sosiobudaya yang terkandung dalam naskah.
Stilistika yaitu cabang ilmu linguistik yang menyelidiki bahasa sastra, khususnya gaya bahasa, diharapkan dapat membantu filologi dalam pencarian teks asli atau mendekati aslinya dan dalam penentuan usia teks.

2.1.2 Pengetahuan Bahasa-bahasa yang MempengaruhiBahasa Teks

Pada nasakah yang semula berupa teks lisan, tampak adanya pengaruh bahasa Barat. Oleh karena itu pengaruh bahasa tamil, persi, dan Barat terhadap bahasa naskah sangat sedikit maka untuk telaah teks atau pemahaman teks dipandang tidak memerlukan pendalaman bahasa-bahasa tersebut. Lain halnya dengan bahasa arab dan bahasa sansekerta. Di bawah ini ditunjukan pentingnya bahasa-bahasa tersebut di atas untuk penanganan naskah.

2.1.2.1 Bahasa Sansekerta

Terutama pada pengkajian naskah-naskah jawa khususnya jawa kuna dan melayu, sangat dituntut pengetahuan bahasa sansekerta. Dalam naskah jawa kuna dan melayu, pengaruh bahasa ini sangat besar, tidak hanya berupa penyerapan kosa kata dan frase melainkan juga munculnya cuplikan-cuplikan yang kadang-kadang tanpa terjemahan. Dengan demikian penanganan naskah-naskah jawa kuna dan melayu memerlukan pengetahuan bahasa sansekerta. 

2.1.2.2    Bahasa Arab

Pengetahuan bahasa arab di perlukan terutama dalam pengkajian naskah-naskah yang kena pengaruh islam, khususnya yang berisi ajaran islam dan tasawuf atau suluk. Dalam naskah yang demikian itu, banyak terlihat kata-kata, frase, kalimat, ungkapan, dan nukilan-nukilan dalam bahasa Arab, bahkan kadang-kadang bagian teks tertentu, misalnya pendahuluan disusun dalam bahasa Arab. Hanya pengetahuan bahasa Arab yang memadailah yang memungkinkan dapat membacanya dengan benar.
  
2.1.2.3    Pengetahuan Bahasa-bahasa Daerah Nusantara

Disampinng bahasa asing yang besar pengaruhnya terhadap bahasa naskah, untuk penggarapan naskah-naskah Nusantara diperlukan pengetahuan tentang bahasa daerah Nusantara, yang erat kaitannya dengan bahasa naskah. Tanpa pengetahuan ini, penggarap naskah kadang-kadang direpotkan oleh pembacaan kata yang ternyata bukan kata dari bahasa asing, melainkan kata dari salah satu bahasa daerah.


2.1.3    Ilmu Sastra

Ilmu sastra telah dipelajari sejak zaman Aristotheles buku Poetika hasil karya Aristotheles yang sangat terkenal, merupakan karya besar tentang teori sastra yang paling awal(Sutrisno,19881:6). Dalam memperlihatkan perkembangan ilmu sastra sepanjang masa, Abrams (1953) oleh Teuw (1980) dinilai telah berhasil dengan baik dan tepat. Berdasarkan cara menerangkan dan menilai karya-karya sastra, Abrams (1981, 36-37) membedakan tipe-tipe pendekatan (kritik) trdisional menjadi empat:
1. Pendekatan mimetik : menonjolkan aspek-aspek referensi, acuan karya sastra, dan kaitannya dengan dunia nyata.
2. Pendekatan pragmatik : menonjolkan pengaruh karya sastra terhadap pembaca/pendengarnya.
3. Pendekatan ekspresif : menonjolkan penulis karya sastra sebagai penciptaanya.
4. Pendekatan objektif  : menonjolkan karya sebagai struktur otonomi lepas dari latar belakang sejarahnya dan dari diri serta niat penulisnya.
Selain dari pendekatan-pendekatan diatas, terdapat satu pendekatan lagi yang akhir-akhir ini tampak banyak dibicarakan, yakni pendekatan represif, suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan kepada pembaca atau penikmat sastra, bukan tanggapan perseorangan melainkan tanggapan kelompok masyarakat atau masyarakat (Abrams, 1981:155)
Di samping hal-hal di atas, dalam ilmu sastra muncul suatu cabang yang relatif baru yaitu sosiologi sastra, suatu ilmu yang melakukan pendekatan terhadap sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan antara lain :
1. Konteks sosial pengarang, bagaimana pengarang mendapatkan nafkah,profesionalisme
    Kepengarangan, masyarakat yang dituju si pengarang.
2. Sastra sebagai cermin masyarakat.
3. Fungsi sastra dalam masyarakat.

2.1.6 Antropologi

Ahli filologi dapat memanfaatkan hasil kajian atau metode antropologi sebagai suatu ilmu yang berobjek penyelidikan manusia dipandang dari segi fisiknya, masyarakatnya, dan kebudayaannya. Masalah yang erat pautannya dengan antropologi misalnya sikap masyarakat tentang naskah yang sampai sekarang masih hidup, terhadap naskah yang dimilikinya, apakah naskah itu dipandang sebagai benda keramat atau sebagai benda biasa. Demikianlah beberapa gambaran yang memperlihatkan perlunya pengetahuan antropologi untu penanganan naskah-naskah Nusantara.

2.1.7 Folklor

Folklor masih merupakan ilmu yang masih relatif baru karena semula dipandang sebagai bagian dari antropologi. Unsur budaya yang dirangkumnya secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua yaitu pertama, golongan unsur budaya yang materinya bersifat lisan dan kedua, golongan unsur budaya yang berupa upacara-upacara. Dengan demikian golongan yang erat kaitannya dengan filologi terutama golongan pertama. Gabungan ini mencakup unsur-unsur budaya yang biasa disebut sastra lisan yang termasuk cerita rakyat.

Sebagai kesimpulan uraian tentang filologi dan ilmu-ilmu bantunya, dapat dikemukakan bahwa penggarapan naskah-naskah lama Nusantara dengan baik memerlukan bekal teori dan pengetahuan bahasa, sastra, agama, dan sosiobudaya bangsa yang melahirkannya.


2.2 filologi sebagai ilmu bantu ilmu-ilmu lain

2.2.5 Filologi sebagai Ilmu Bantu Hukm Adat

Manfaat filologi bagi ilmu hukum adat, seperti bagi ilmu-ilmu yang lain, ialh terutama dalam penyediaan teks, banyak naskah Nusantara yang merekam adat istiadat. Selain itu dalam khazanah sastra Nusantara terdapat teks yang memang dimaksudkan sebagai hukum, yang dalam masyarakat melayu disebut dengan istilah “undang-undang” di jawa disebut angger-angger. Penulisannya baru dilakukan setelah dirasakan perlunya kepastian peraturan hukum oleh raja atau setelah ada pengaruh dunia barat.

2.2.6 Filologi sebagai Ilmu Bantu perkembangan agama
Suntingan naskah terutama naskah yang mengandung teks keagamaan/sastra kitab dan hasil pembahasan kandungannya, akan menjadi bahan penulisan perkembangan agama yang sangat berguna. Dari konteks keagamaan itu dapat diperoleh gambaran  antara lain, perwujudan penghayatan agama, pencampuran agama hindu, budha, dan Islam dengan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat Nusantara, permasalahan aliran-aliran agama yang masuk ke Nusantara. Gambaran itu merupakan permasalahan yang ditangani oleh ilmu sejarah perkembangan agama. Dengan demikian penanganan naskah sastra kitab secara filologis akan sangat bermanfaat bagi ilmu sejarah perkembangan agama.

  2.2.7 Filologi sebagai Ilmu Bantu Filsafat

Penggalian filsafat dari teks-teks sastra Nusantara secara mendalam agaknya belum banyak dilakukan, meskipun jumlah suntingan naskah-naskah sudah cukup tersedia. Dengan demikian, sumbangan utama filologi terhadap filsafat adalah berupa suntingan naskah disertai transliterasi dan terjemahan ke dalam bahasa nasional, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh para ahli filsafat. 




Bab III SEJARAH PERKEMBANGAN FILOLOGI

Kebudayaan yunani lama merupakn salah satu dasr yang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Barat pada umumnya. Dalam segala bidang kehidupan, dapat dirasakan unsur-unsur yang berdasarkan kebudayaan Yunani lama yang aspek-aspeknya tersimpan dalam naskah-naskah lama milik bangsa itu. Diantara ilmu-ilmu yang mampu membuka aspek-aspek itu adalah ilmu filologi. Oleh karena itu ilmu filologi yunani lama merupakan ilmu yang penting untuk menyajikan kebudayaan yunani lama yang hingga abad ini tetap berperan dalam meprluas dan memperdalam pengetahuan mengenai sumber dari segala ilmu penngetahuan. Kebudayan Yunani lama tidak hanya berpengaruh di dunia barat, tetapi berpengaruh juga di bagian dunia yang lain, seperti kawasan timur tengah, asia dan asia tenggara, serta kawasan Nusantara.

3.1 filologi di Eropa Daratan

Dalam sejarahnya, ilmu filologi tumbuh dan berkembang di kawasan kerajaan Yunani, yaitu di kota Iskandariyah di benua Afrika di pantai utara. Dari kota ini, ilmu filologi berkembang dan meluas di Eropa daratan dan seterusnya ke bagian dunia yang lain.

3.1.1 Awal Perumbuhannya

Awal kegiatan filologi di kota iskandariyah dilakukan oleh bangsa Yunani pada abad ke-3 SM. Bangsa itu berhasil membaca naskah-naskah lama yang ditulis pada abad ke-8 SM dalam huruf yang berasal dari bangsa Funisia yang kemudian dikenal dengan huruf Yunani. Naskah-naskah itu menggunakan bahan daun papyrus, merekam tradisi lisan yang mereka miliki berabad-abad sebelumnya. Mulai abad ke-8 sampai ke-3 SM. Naskah-naskah itu selalu disalin sehingga wajarlah kalau selalu mengalami perubahan dari bentuk aslinya.
Para ahli filologi pada waktu itu benar-benar memiliki ilmu yang luas kerena untuk memahami isi naskah itu orang harus mengenal hurufnya, bahasanya, dan ilmu yang dikandungnya. Setelah dapat membaca dan memahami isinya, mereka lalu menulisnya kembali pada huruf dan bahasa yang dipakai pada waktu itu. Dengan demikian, kebudayaan Yunani lama yang memiliki nilai luhur itu dapat dikenal oleh masyarakat pada waktu itu.
Sesudah iskandariyah jatuh ke dalam kekuasaan Romawi, kegiatan filologi berpindah ke Eropa selatan berpusat di kota Roma dan melanjutkan tradisi filologi Yunani lama yang menjadi bahan telaah utama dan bahasa Yunani masih tetap digunakan.abad ke-1 merupakan masa perkembangan tradisi Yunani berupa pembuatan resensi terhadap naskah-naskah tertentu. Perkembangan ini berkelanjutan hingga pecahnya kerajaan Romawi pada abad ke-4 menjadi kerajaan Romawi barat dan timur. Peristiwa ini mempengaruhi perkembangan filologi selanjutnya.


3.1.2 Filologi di Romawi bBarat dan Romawi Timur

Kegiatan filologi di Romawi barat diarahkan kepada penggarapan naskah-naskah dalam bahasa latin yang sejak abad ke-3 SM telah digarapsecara filologis. Isi naskah-naskah itu banyak mewarnai dunia pendidikan di Eropa  pada abad-abad selanjutnya. Sejak abad ke-4, teks mulai ditulis dalam bentuk buku atau disebut codex dan menggunakan kulit binatang,teutama kulit domba sehingga lebih mudah dibaca dan tahan lama dibandingkan dengan bahan dari papyrus.
Pada waktu telaah teks Yunani Nampak mundur di Romawi barat, maka di Romawi timur mulai muncul pusat-pusat studi tekskarena dirasakan kurangnya ahli untuk melakukan kegiatan itu untuk mendapatkan tenaga-tenaga filologi, naskah yang di pandang penting diajarkan di perguruan tinggi sehingga munculah mimbar-mimbar kuliah filologi di berbagai perguruan tinggi. .  

3.1.3 Filologi di Zaman Renaisans

Pada zaman renaisans, telaah teks lama timbul kembali setelah berabad-abad di abaikan. Metode kajiannya tetap berpijak pada kritik teks dan sejarahnya. Jatuhnya kerajaan Romawi timur atau Bizanzium ketangan bangsa Turki pada abad ke-15 mendorong banyak ahli filologi dari Romawi timur berpindah ke Eropa selatan, terutama ke kota Roma. Di tempat-tempatbaru ini mereka mendapat kedudukan sebagai pengajar atau penyalin naskah atau penerjemah teks Yunani ke dalam bahasa Latin. Pada perkembangan selanjutnya filologi berpisah dengan ilmu kebahasaan atau linguistik yang berdiri sendiri.

3.2 filologi di kawasan Timur Tengah

Negara-negara Timur Tengah mendapatkan ide filsapati dari ilmu eksakta dari bahasa Yunani lama yang semenjak zaman Iskandar Zulkarnain telah menanamkan kebudayaan di mesir, siria, dan tempat-tempat lainnya. Sejak abad ke-4 beberapa kota di Timur Tengah memiliki perguruan tinggi, pusat studi berbagai ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani. Pada zaman dinasti Abasiyah, dalam pemerintahan khalifah Khalifah Manshur(754-775), Harun Alrasyid(786-809), dan Makmun(809-833) studi naskah dan ilmu pengetahuan Yunani makin berkembang dan puncak perkembangan itu dalam pemerintahan Makmun. 
Kedatangan bangsa Barat di kawasan Timur Tengah membuka kegiatan filologi untuk meneliti naskah-naskah di kawasan itu, sehingga naskah itu dikenal di dunia Barat..Kajian filologi terhadap naskah-naskah di kawasan ini dilakukan di pusat-pusat kebudayaan ketimuran di kawasan Eropa dan hasil kajian itu berupa teoti-teori mengenai kebudayaan dari sastra Arab, Persi, Siria, Turki, dan lain sebagainya.

3.3 Telaah Filologi terhadap Naskah-naskah India

Naskah-naskah India berisi berbagai aspek kebudayaan, baru mulai ditelaah semenjak kedatangan bangsa Barat di kawasan itu yaitu setelah ditemukan jalan laut ke India oleh Vasco da Gama pada tahun 1498. Maka mereka menemukan kebudayaan india, sebagai hasil telaahnya terhadap naskah-naskah India, bagian mutakhir lebih dahulu , mula-mula mereka mengetahui adanya bahasa-bahasa daerah seperti bahasa Gujarati, bahasa Bengali pada abad-abad sebelum abad ke-19 mengetahui tentang bahasa Sansekerta dan pada akhir abad ke-19 baru dapat ditemukan kitab-kitab weda. Dengan telah dilakukan studi terhadap weda dan kitab-kitab agama budha pada abad ke-19 dari segi materinya perkembangan filologi di india telah dipandang lengkap..Pada awal abad ke-20 beribu-ribu naskah telah tersimpan di berbagai pusat kebudayaan dari kesastraan india, di India dan di Eropa.

3.4 Filologi di Kawasan Nusantara

Nusantara adalah kawasan yang termasuk Asia Tenggara. Kawasan ini sebagai kawasan Asia pada umumnya, sejak kurun waktu yang lama memiliki peradaban yang tinggi dan mewariskan kebudayaan kepada anak keturunanya melalui berbagai media antara lain media tulisan yang berupa naskah-naskah.

3.4.1 Naskah Nusantara dan Pedagang Barat

Hasrat mengkaji naskah-naskah Nusantara mulai timbul dengan kehadiran bangsa Barat di kawasan ini pada abad ke-16. Pertama-tama yang mengetahui mengenai adanya naskah-naskah lama itu adalah para pedagang. Mereka menilai naskah-naskah itu merupakan barang dagangan yang mendatangkan untung besar seperti yang mereka kenal di benua Eropa. Setelah mendapatkan naskah mereka nenjualnya kepada lembaga yang telah mengumpulkan banyak naskah-naskah. Pada zaman VOC usaha mempelajari bahasa di Nusantara terbatas pada bahasa melayu.

3.4.2 Telaah Naskah Nusantara oleh Para Penginjil

Seorang penginjil terkenal menaruh minat  kepada naskah-naskah Melayu adalah Dr. Melchior Leijdecker. Terjemahan Beibel olehnya baru terbit setelah dia meninggaal karena diperlukan penyempurnaan dan revisi yang cukup. Pada tahun 1835 jilid pertama terjemahan itu diterbitkan. Pada tahun 1691 atas perintah Dewan Gereja Belanda Leidjcker menyusun terjemahan beibel dalam bahasa Melayu tinggi. Pada umumnya tenaga yang dikirim oleh belanda yaitu penginjil ini tidak melakukan telaah filologi terhadap naskah-naskah yang dibaca dan dipelajari bahasanya. Mereka sering juga menerjemahkan naskah-naskah itu ke dalam bahasa asing, terutama bahas belanda. Sesuai dengan teori filologi bahwa sastra lisan termasuk kajian filologi maka diantara penginjil itu ada yang mengkaji sastra lisan daerah yang didatanginya karena kelompok etnis daerah itu belum mengenal huruf hingga budayanya masih tersimpan dalam bentuk lisan seperti daerah Toraja oleh N. Adrian Kruijt.

3.4.3 Kegiatan Filologi terhadap Naskah Nusantara

Kajian ahli filologi terhadap naskah-naskah Nusantara bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisisnya atau untuk kedua-duanya. Pada taraf awal kajian terhadap naskah-naskah uti terutama untuk tujuan penyuntingan. Oleh karena tenaga yang masih terbatas maka kegiatan itu diarahkan untuk naskah Jawa dan Melayu. Hasil suntingan pada umumnya berupa penyajian teks dalam huruf aslinya, ialah huruf Jawa, huruf pegon atau huruf jawi. Kemudian hasil penyuntingan ini diterbitkan. Di samping penerbitan suntingan-suntingan naskah banyak dilakukan telaah naskah untuk tujuan pehasan isinya yang ditinjau dari berbagai disiplin. Pada periode mutakhir, mulai dirintis telaah naskah Nusantara dengan analisis berdasarkan ilmu sastra(Barat) misalnya analisis struktur dan amanat terhadap naskah hikayat Sri Rama dikerjakan oleh Achadiati Ikram berjudul Hikayat Sri Rama Suntingan Naskah Disertai Telaah Amanat dan struktur(1980).
Kajian filologi terhadap naskah-naskah Nusantara yang sebagian telah diutarakan sebelumnya, telah mendorong berbagai kegiatan ilmiah yang hasilnya telah dimanfaatkan oleh berbagai disiplin, terutama disiplin humaniora dan disiplin ilmi-ilmu social. Semua kegiatan itu telah memenuhi tujuan ilmu filologi yaitu melalui telaah naskah-naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan telah mengankat nilai-nilai luhur yang disimpan didalamnya.



Bab IV TEORI FILOLOGI DAN PENERAPANYA

4.1 Masalah Naskah - Teks  

4.1.1 Pengerian Teks

Naskah adalah benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang.


4.1.2 Beda Naskah dan Prasasti
Naskah dan prasasti, dapat dicatat beberapa perbedaan:
1. Naskah pada umumnya berupa buku atau bahan tulisan tangan,prasasti berupa tulisan tangan pada batu (andesit, berponis, batu putih, logam dan lain lain) 
2. naskah pada umumnya panjang, karena memuat cerita lengkap. Prasasti pada umumnya pendek karena memuat soal-soal ringkas saja seperti asal-usul raja dari dewa(Airlangga dari Dewa Wisnu dalam prasasti kalkuta)
3. Naskah pada umumnya bersifat anonim dan tidak berangka tahun. Prasasti sering menyebut nama penulisnya dan ada kalanya memuat angka tahun yang ditulis dengan angka atau sengkalan.
4. Naskah yang paling tua Tjandra-karana berasal kira-kira dari abad ke-8. Prasasti yang paling tua berasal kira-kira dari abad ke-4 (prasasti Kutai).


4.1.1.2 Kodikologi

Kodikologi adalah ilmu kodeks. Kodeks adalah bahan tulisan tangan. Kodikologi mempelajari seluk beluk atau semua aspek naskah antara lain bahan, umur, tempat penulisan, dan perkiraan penulis naskah.    Teks bersih yang di tulis pengarang disebut otograf. Sedangkan salinan bersih oleh orang-orang lain disebut apograf. 

4.1.2 Pengertian Teks

Teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja. Perbedaan anatara naskah dan teks menjadi jelas apabila terdapat naskah yang muda tetapi mengandung teks yang tua.

4.1.2.1 Tekstologi

Ilmu yang mempelajari seluk beluk teks disebut tekstologi.prinsip tekstologi antara lain.
1. Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sejarah teks suatu karya.
2. Penelitian teks harus didahulukan dari penyuntingannya.
3. Edisi teks harus menggambarkan  sejarahnya.
4. Tidak ada kenyataan tekstologi tanpa penjelasannya.
5  Secara matodis perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah teks harus didahulukan daripada perubahan mekanis misalnya kekeliruan secara tidak sadar oleh seorang penyalin.
6. Teks harus diteliti sebagai keseluruhan.
7. Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks harus diikutsertakan dalam penelitian.
8. perlu diteliti pemantulan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks dan monument sastra lain.
9. Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan scriptoria-skriptoria lain tertentu harus diteliti secara menyeluruh.
10.Rekonstruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan dalam naskah-naskah.

4.1.2.2 Terjadinya Teks
Menurut de Haan (1973) mengenai terjadinya teks ada beberaap kemungkinan :
1. Aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang atau pengelola cerita.
2. Aslinya adalah teks tertulis yang lebih kurang merupakan keramgka yang masih memungkinkan atau memerlukan kebebasan seni.
3. Aslinya merupakan teks yang tidak menginginkan kebebasan dalam pembawaannya karena pengarang telah menentukan pilihan kata, dan komposisi untuk memenuhi maksud tertentu yang ketat dalam bentuk literatur itu.

 4.1.2.3 Teks Tulisan - Lisan

Antara teks tulisan dan lisan tidak ada perbedaan yang tegas. Dalam sastra melayu hikayat dan syair di bacakan keras-keras kepada pendengar. Hal ini berarti bahwa hikayat dan syair yang sudah dibukukan dari cerita-cerita lisan dan disesuaikan dengan sastra tulis tidak dibaca seorang diri, tetapi dibaca bersama-sama. Kebiasaan ini berhubungan erat dengan ciri umum sastra Indonesia, terutama sastra lisan merupakan milik bersama. Ciri ini berlaku pula bagi teks dalam naskah-naskah yang sudah ratusan tahun tuanya.

4.1.3 Penyalinan

Rangkaian penurunan yang dilewati oleh teks yang turun temurun disebut tradisi. Naskah diperbanyak karena orang ingin memiliki naskah itu sendiri, mungkin karena naskah asli sudah rusak dimakam zaman. Akibat penyalinan, terjadilah beberapa atau bahkan banyak naskah mengenai suatu cerita. Dalam penyalinan bekali-kali itu, tidak tertutup kemungkinan timbulnya berbagai kesalahan atau perubahan.
Disinilah tugas utama filologi untuk memurnikan teks dengan mengadakan kritik terhadap teks. Tujuan kritik teks adalah menghasilkan suatu teks yang mendekati aslinya.

4.1.4 Penentuan Umur

Umur naskah hanya dapat dirunut berdasrkan keterangan dari dalam dan keterangan dari luar naskah itu sendiri. Ada kalanya penyalin memberi catatan pada akhir teks mengenai bilamana dan dimana teks itu selesai disalin. Apabila kolofon tidak ada kertas bahan naskah sering memperlihatkan tanda atau lambang pabrik yang membuat kertas itu.tanda itu disebut cap air. Dengan memakai daftar cap dapat diketahui pada tahun berapa kertas itu dibuat. Di samping itu, perlu diperhatikan catatan di sampul luar baik depan maupun belakang.

4.2 Kritik Teks

4.2.1 Pengertian Kritik Teks

 Kritik teks adalah suatu pengkajian teks untukmenghasilkan suatu teks yang mendekati aslinya.

4.2.2 Paleografi

Paleografi adalah ilmu macam-macam tulisan kuna. Ilmu ini mutlak untuk penelitian tulisan kuna. Tujuan paleografi yaitu:
1.Menjabarkan tulisan kuna karena sebahagian bahasa kuna sulit dibaca.
2.menempatkan berbagai peninggalan tertulis dalam rangka perkembangan umum                   tulisannya.


4.2.3 Transliterasi

Transliterasi artinya penggantian tulisan, huruf, huruf demi huruf, abjad yang satu ke abjad yang lain pada naskah sedangkan pada prasasti disebut transkripsi.

4.2.4 Perbandingan Teks

Dalam menghadapi naskah dalam jumlah yang banyak yang harus dilakukan untuk membandingkan naskah yaitu mengelompokannya dalam beberapa versi. Anggota dalam tiap-tiap kelompok dibandingkan. Kemudian ditentukan hubungan antara satu kelompok dan kelompok yang lain untuk memperoleh gambaran garis keturunan versi-versi dari naskah-naskah. Selanjutnya ditentukan metode kritik teks yang paling sesuai dengan hasil perbasndingan teks.

4.3  Metode Penelitian

4.3.1 Pencatatan dan Pengumpulan Naskah
    Apabila kita sudah menentukan untuk meneliti naskah maka kita harusmencatat naskah dan teks cetakan yang berjudul sama.

4.3.2 Metode Kritik Teks

4.3.2.1 Metode Intuitif

Metode ini dilakukan dengan mengambil naskah yang dianggap paling tua, kemudian naskah itu diperbaiki berdasarkan naskah lain dengan akal sehat, selera baik, dan pengetahuan luas.
4.3.2.2 Metode Gabungan

Dengan metode ini teks yang disunting  merupakan teks baru yang merupakan gabungan dari semua naskah yang ada.

4.3.2.3 Metode Landasan

Metode ini memuat varian-varian yang terdapat dalam naskah-naskah lain yang severs dalam aparat kritik, yaitu bahan pembanding yang menyertai penyajian suatu naskah.

4.3.2.5 Metode Edisi Naskah Tunggal

Apabila hanya ada naskah tunggal dari suatu tradisi sehingga perbandingan tidak mungkin dilakukan, dapat ditempuh dua jalan :
Pertama : edisi diplomatik, yaitu menerbitkan satu naskah seteliti-telitinya tanpa mengadakan perubahan.

Kedua    : edisi standar, yaitu menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil ketidakajegan, sedang ejaan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.

4.3.3 Susunan Stema
Metode stema ini tidak bebas dari berbagai masalah antara lain
            1. Metode ini pada dasarnya berdasarkan pilihan antara bacaan yang benar dan salah. Dalam prakteknya sulit menentukan pilihan itu.

2.pilihan antara dua hiparketip sering juga tidak mungkin karena keduanya dianggap baik.  




Bab V STUDI FILOLOGI BAGI PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN


    5.1 Filologi dan Kebudayaan

5.1.1 Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan adalah kelompok adat kebiasaan, pikiran, kepercayaan, dam nilai yang turun temurn dipakai oleh masyarakat pada kurun waktu tertentu untuk menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap segala situasi yang sewaktu-waktu timbul, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

5.2 Filologi dan Kebudayaan Nusantara

Sastra daerah yang beraneka ragam mewarnai khazanah sastra Nusantara dan merupakan alat penunjang untuk memperkaya kesastraan Indonesia pada umumnya.
Kebudayaan Nusantara pada zaman dahulu berada dalam kondisi dan posisi yang belum mapan sehingga mudah menerima pengaruh dari luar. Kondisi mudah berubah itu erat hubungannya dengan pergerakan dunia pada ummnya. Solidaritas kebudayaan Nusantara pada waktu itu maru berada di tengah proses menerima dan member antara nilai-nilai masyarakat pada zaman dahulu dan sistem nilai yang baru.
Kebudayaan asli di Nusantara sebelumkedatangan kebudayaan hindu dikuasai oleh nilai-nilai agama dan nilai solidaritas yang sangat kuat dalam masyarakat. Orang India datang ke Nusantara dalam tiga gelombang yakni pada awal abad ke-4, ke8 sampai ke-9, dan abad ke-11. Selama bertahun-tahun kebudayaan Nusantar berada di bawah kekuasaan kebudayaan Hindu dan Budha sebelum masuknya agama Islam.
Agama Islam datang ke daerah kebudayaan Nusantara pada abad ke-13 dibawa oleh pedagang-pedagang india yang kebanyakan pengikut berbagai tarekat seperti Qodiriah, Naqsyabandyah, dan beberapa tarekat kecil lain yang berpusat pada seorang guru tasawuf  atau syekh yang menyebarkan Islam di Nusantara. Di samping menyebarkan agama Islam mereka juga menceritakan kebudayaan islam.
 Kedatangan Islam di kepulauan Nusantara merupakan ciri zaman baru dalam sejarah yang dengan tegas membawa rasionalisme dan pengetahuan akliah serta menegaskan system masyarakat berdasarkan kebebasan orang perorangan, keadilan , dan kemuliaan kepribadian manusia. Semangat rasionalisme dan intelektualisme islam tersebar dikalangan istana dan keraton sampai kepada rakyat jelata. Hal itu dapat di temukan bukti-bukti dari naskah-naskah yang berisi filsafat dan metafisika yang khusus ditulis untuk kepentingan umum.
Selain sastra keagamaan,ada juga sastra lama melayu yang berupa saduran atau terjemahan dari bahasa Arab yaitu hikayat para Nabi sebelum Nabi Muhammad, hikayat Nabi Muhammad dan para sahabatnya, legenda Islam, dan pahlawan Islam

5.2.4 Filologi sebagai Penggali Budaya Masa Lampau

Mempelajari sastra lama tidak saja rapat hubungannya dengan mempelajari sejarah peradaban bangsa pemilik sastra itu, tatapi dapat dikatakan memasuki dan hidup dalam maasyarakat pemilik sastra tersebut. Orang akan mengetahui masyarakat zaman silam,perkembangan kejiwaanya, perasaan, pikiran, dan gagasan masyarakat masa itu melalui ungkapan pengarangnya, sehingga dengan mempelajari sastra lama orang dapat memperluas dan memperkaya pandangan hidupnya.

5.3.1 Politik Kebudayaan

Sumber Internasional yang mempengaruhi Kebudayaan Indonesia amat luas lingkungannya karena meliputi seluruh kebudayaan yang ada di dunia luar Indonesia. Pada umumnya, sumber-sumber internasional yang berpengaruh itu adalah kebudayaan yang kuat dan agresif.

5.3.2 Peranan Budaya Masa Lampau dalam Pengembangan Kebudayaan

Kebudayaan nasional adalah kebudayaan suatu bangsa sebagai strategi untuk menjamin eksistensi bangsa, mendinamisasikan kehidupan bangsa, membentuk dan mengembangkan kepribadian bangsa, menata kehidupan bangsa. Dalam hal ini, budaya daerah (masa lampau) memegang peranan penting dalam memantapkan dan menunjang pengembangan kebudayaan nasional Indonesia untuk memperkuat identitas kebangsaannya.

5.3.3 Filologi sebagai Penggali Inspirasi Pengembangan Kebudayaan

Mempelajari sejarah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan. Ada tiga manfaatnya yaitu:
1. Memberikan pendidikan.
2. Memberikan ilham atau inspirasi. 
3. Memberikan kesenangan atau pleasure
Ada sejumlah naskah Nusantara yang mengandung fakta sejarah yang oleh pengarangnya diolah sedemikian rupa sehinggamenjadi suatu sajian yang berupa rekaan yang menarik , misalnya Sejarah Melayu, Hikayat Hang Tuah, dan Babad Tanah Jawi.
Sebagai contoh penggalian naskah Negarakertagama penting bagi pembangunan republik Indonesia di masakini karena Negarakertagama berisi sejarah pembangunan kerajaan Majapahit di masa lampau. Sejarah masa lampau merupakan senjata ampuh yang dapat digunakan intuk menghilangkan hambatan-hambatan dalam perjuangan kebudayaan untuk membentuka kepribadian serta masa depan bangsa. Kerajaan Majapahit di bawah pimpinan Gajah Mada telah dapat mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara. Pembangunan kerajaan Majapahit pada masa lampau itu ada titik pertemuan dengan pembangunan Negara Kesatuan Rpublik Indonesia di masa kini meskipun kondisinya berbeda.