Translate

Kamis, 24 Mei 2012

Pendidikan


Menemukan strategi yang tepat untuk dunia pendidikan nasional merupakan topik yang sering mencuat di kalangan akademisi tanah air. Sebab, pada dasarnya pendidikan tidak hanya sekedar melibatkan proses penambahan pengetahuan (intelektualitas) saja, tapi juga harus mengarah pada pengembangan karakter, watak (akhlak), dan motivasi di kalangan peserta didik. Negara seperti Indonesia, dengan populasi keempat terbesar di dunia, harus mampu mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pengembangan bakat. Pengembangan sumber daya manusia memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan eksplorasi sumber daya alam.
Sebuah pertanyaan yang kerap muncul adalah mengapa negara seperti Indonesia yang memiliki kekayaan alam melimpah tidak berkorelasi positif terhadap kesejahteraan rakyatnya? Sejarah telah membuktikan bahwa kekuatan daya saing suatu bangsa bukan ditentukan oleh sumber daya alam, karena sumber daya alam bersifat pemberian, tapi ditentukan oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia merupakan kekayaan yang lebih berharga daripada sumber daya alam. Negara dengan sumber daya manusia yang melimpah dan berkualitas adalah faktor yang mampu meningkatkan produktivitas dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta dapat memberikan nilai tambah bagi daya saing bangsa.
Musuh terbesar bangsa kita, semenjak bangsa kita merdeka hingga kini adalah kemiskinan dan kebodohan. Dua mata rantai yang tampaknya belum mampu dibenahi sehingga membentuk suatu lingkaran setan yang tak putus-putusnya menyengsarakan masyarakat Indonesia. Pada dasarnya, dua mata rantai ini bersumber pada satu hal: pendidikan. Potret pendidikan bangsa kita yang masih didominasi oleh kalangan menengah ke atas, ditambah lagi dengan komersialisasi pendidikan, telah memburamkan harapan anak-anak bangsa yang kurang berkecukupan untuk menikmati pendidikan. Konsep pendidikan untuk semua kalangan belum bisa diimplementasikan. Akibatnya, muncullah citra bahwa pendidikan hanya bagi orang kaya dan menjadi simbol status sosial.
Pendidikan seharusnya menjadi dataran bersama yang menempatkan seluruh anggota masyarakat untuk mewujudkan cita-cita bersama. Pendidikan menciptakan pengetahuan bersama yang menjadi dasar seluruh tindakan bernegara sehingga kesatuan bangsa dapat diwujudkan berdasar prinsip kesetaraan untuk mencapai kemajuan bersama. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya menduduki ruang utama dalam rangka pembangunan bangsa dan negara.
Kucuran  anggaran  pendidikan  sebesar 20% dari APBN disertai  berbagai  program  terobosan  sepertinya  belum  mampu  memecahkan  persoalan mendasar  dalam  dunia  pendidikan,  yakni  bagaimana  mencetak  alumni  pendidikan  yang unggul, beriman, bertakwa, profesional, dan berkarakter, sebagaimana tujuan pendidikan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional.
Pengetahuan dapat dipelajari; tapi sikap, karakter dan perilaku sulit untuk dibentuk. Paradigma pendidikan harus dikembalikan kepada filosofi pendidikan yang menjabarkan bahwa sesungguhnya pendidikan harus mampu menyiapkan peserta didik untuk menghadapi segala perubahan, mampu mencerdaskan, dan memanusiakan peserta didik. Dengan demikian, pendidikan akan menghasilkan manusia paripurna yang dapat memaknai hakikat dirinya sebagai hamba Tuhan dan makhluk sosial.
Arti dari pendidikan itu sendiri seharusnya tidak direduksi hanya untuk mendapatkan pekerjaan. Pendidikan harus mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Membatasi pendidikan hanya untuk mengejar kemampuan kognitif sebenarnya telah menyempitkan makna dari hakikat pendidikan itu sendiri. Pendidikan tidak hanya tentang proses pembelajaran teknis, tapi juga membantu setiap manusia untuk dapat mengembangkan bakat dan mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin di masa depan yang berintegritas dan bertanggung jawab.
Kemajuan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran para pendidik. Para pendidik tidak hanya bertugas mengajar saja, tapi juga harus mampu memberi teladan, motivasi, dan dorongan. Peran ini bukan hanya menjadi tanggung jawab guru di sekolah, tapi juga merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa. Pendidikan harus dimulai dari lingkungan keluarga, kemudian beranjak ke lingkup yang lebih besar, sehingga terbentuklah masyarakat pembelajar yang kondusif.
Mendesain ulang strategi pendidikan nasional berarti membangkitkan kembali kesadaran setiap komponen bangsa, baik dari lingkungan keluarga, sekolah, institusi (pemerintah dan swasta), maupun negara untuk sama-sama saling berinteraksi dalam menyiapkan kader-kader penerus bangsa yang unggul dan menciptakan sebuah sistem yang dapat memberlakukan pendidikan untuk semua kalangan. Jika tidak begitu, pendidikan hanyalah sebuah barang mewah yang tidak setiap orang dapat menikmatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar